Jakarta – Gubernur Jakarta terpilih, Pramono Anung, berencana merombak gapura batas wilayah yang tersebar di Jakarta. Langkah ini akan dilakukan setelah dirinya dan Rano Karno resmi dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta.
Menurut Pramono, seluruh penanda batas wilayah, mulai dari tingkat kota hingga kecamatan, akan diganti dengan desain yang lebih mencerminkan budaya Betawi.
“Nanti saya akan rombak, seluruhnya harus ada ornamen Betawi,” ujar Pramono dalam acara penganugerahan gelar kehormatan adat Betawi di Pondok Pesantren Putra Al Hamid Putra, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu (01/02/2025).
Pramono menegaskan bahwa perubahan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024, terutama Pasal 31 Ayat 1 yang menekankan Prioritas Adat di Jakarta Setelah Tidak Menjadi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI).
“Jadi tidak boleh setengah-setengah,” tambahnya.
Untuk mewujudkan rencana tersebut, Pramono mengaku telah menunjuk arsitek terbaik di Jakarta guna merancang ulang desain gapura.
“Saya bilang warnanya harus Betawi. Sekarang warnanya nanggung, Betawi kagak, nasional kagak. Saya ingin memberikan warna Betawi yang sebenar-benarnya,” jelasnya.
Tak hanya itu, Pramono juga berkomitmen memperkuat identitas budaya Betawi dalam berbagai aspek kehidupan di Jakarta. Salah satu langkah yang ia wacanakan adalah memasukkan kuliner khas Betawi ke dalam menu utama hotel-hotel di Jakarta.
“Bahkan nanti kita akan atur supaya makanan-makanan dan jajanan pokok Betawi di Jakarta akan menjadi jajanan utama di hotel-hotel,” tegasnya.
Langkah ini disebutnya sebagai bagian dari upaya menjadikan budaya Betawi sebagai identitas utama Jakarta pasca kehilangan statusnya sebagai ibu kota negara.
Sejumlah tokoh Betawi menyambut baik rencana ini. Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi, H. Ridwan Saidi, menyatakan bahwa langkah Pramono adalah sinyal positif bagi pelestarian budaya lokal.
“Ini bentuk penghormatan terhadap budaya asli Jakarta. Kami harap ini tidak sekadar wacana, tapi benar-benar direalisasikan,” kata Ridwan.
Dengan berbagai kebijakan yang menitikberatkan pada budaya lokal, Pramono dan Rano Karno berupaya menjadikan Jakarta sebagai kota yang tetap memiliki jati diri meskipun tidak lagi berstatus ibu kota negara.
