Jakarta – Dalam suasana khidmat bulan Ramadan, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung kembali menegaskan komitmennya memperbaiki kualitas pendidikan ibu kota. “Yang saya janjikan bukan hal muluk-muluk, tapi bagaimana pendidikan warga Jakarta bisa menjadi lebih baik,” ujar Pramono dalam acara buka puasa bersama dan santunan bagi 1.500 anak yatim di Masjid KH. Hasyim Asy’ari, Cengkareng, Jakarta Barat, pada Sabtu (22/3/2025).
Acara yang diinisiasi oleh anggota Komisi C DPRD dari Fraksi PDIP, Hardiyanto Kenneth, ini menjadi momen Gubernur untuk merefleksikan perjalanan singkatnya sebagai pemimpin Jakarta yang sudah berjalan lebih dari sebulan. Dalam sambutannya, Pramono menyampaikan bahwa perbaikan pendidikan bukan sekadar program, tetapi bagian dari janji politik yang ia bawa sejak kampanye Pilgub Jakarta 2024.
“Hari ini, tepat satu bulan dua hari saya menjabat. Saya hanya ingin pendidikan kita lebih manusiawi, lebih terjangkau, dan relevan bagi warga,” katanya.
Situasi pendidikan di Jakarta sempat memburuk setelah berakhirnya kepemimpinan Anies Baswedan. Di masa transisi yang dipimpin oleh Penjabat (Pj) Gubernur, pengelolaan dana pendidikan dinilai amburadul, dengan laporan penyaluran bantuan pendidikan yang tidak merata dan kurang tepat sasaran. Hal ini memicu keresahan publik serta menjadi sorotan dalam berbagai forum pendidikan dan media lokal.
Gubernur Pramono juga sempat berbagi cerita ringan kepada warga tentang kenangan saat kunjungannya ke masjid tersebut pada bulan Oktober tahun lalu. Ia mengenang masakan seorang warga yang disebutnya menjadi ‘berkah’ hingga kini menjabat sebagai gubernur.
Tak hanya soal pendidikan, Pramono turut menyatakan perhatian terhadap rumah ibadah, termasuk Masjid KH. Hasyim Asy’ari. Ia menyebutkan bahwa renovasi ringan, seperti taman, parkiran, dan bagian luar lainnya, sedang diusulkan dalam Musrenbang Jakarta Barat.
“Tadi ada juga keluhan soal kondisi dalam masjid. Itu akan kami prioritaskan,” tambahnya.
Langkah-langkah konkret ini menjadi bagian dari 40 program kerja yang dicanangkan Pramono untuk dituntaskan dalam 100 hari pertamanya. Fokus pada pendidikan dan ruang publik religius menunjukkan bahwa ia tidak ingin meninggalkan aspek spiritualitas dalam pembangunan kota.
Dengan pendekatan yang lebih menyentuh kehidupan warga, Pramono berharap Jakarta bisa tumbuh sebagai kota yang tidak hanya maju secara fisik, tetapi juga bijaksana secara sosial dan spiritual.
