Samarinda – Lesunya sektor perhotelan di Kalimantan Timur menjadi sorotan Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, yang menilai penurunan tersebut sebagai dampak langsung dari kebijakan efisiensi anggaran pemerintah daerah.
Situasi ini mencuat dalam forum Musrenbang RPJMD 2025–2029 di Pendopo Odah Etam, Senin (5/5/2025).
“Artinya ada penurunan, karena ada efisiensi, kita tahun ini kurang lebih Rp700 miliar. Artinya pemerintah sekarang sudah jarang melakukan kegiatan di hotel,” jelas Hasanuddin.
Kebijakan efisiensi tersebut berdampak nyata pada minimnya kegiatan pemerintah di hotel, seperti rapat, sosialisasi, maupun forum resmi.
Sebagai gantinya, kegiatan kini lebih sering digelar di gedung-gedung milik pemerintah seperti Lamin dan Odah Etam, serta aula kantor kedinasan masing-masing.
“Pemerintah dan dewan juga lebih banyak melakukan agenda di aula kantor kedinasan masing-masing,” tambahnya.
Selain itu, penurunan signifikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga memperburuk situasi.
Hasanuddin menyebutkan, dari sebelumnya sekitar Rp21 triliun, APBD Kaltim kini diperkirakan hanya mencapai Rp18 triliun.
Kondisi ini mendorong pemerintah untuk lebih selektif dalam penggunaan anggaran, termasuk memotong belanja non-esensial seperti akomodasi hotel.
Tak hanya kegiatan internal, kunjungan dari instansi pemerintah maupun DPRD luar daerah pun dibatasi.
Hal ini makin mempertegas penurunan aktivitas di sektor perhotelan, yang sebelumnya cukup bergantung pada mobilitas pemerintahan.
Hasanuddin menilai, pelaku usaha perhotelan perlu segera beradaptasi dengan kondisi fiskal yang kian menekan. Sinergi antara dunia usaha dan pemerintah dianggap penting agar sektor ini tidak sepenuhnya terpuruk.
Dengan APBD yang terus menyusut dan kebijakan efisiensi yang masih akan berlanjut, sektor perhotelan di Kaltim perlu mencari strategi baru agar dapat bertahan dan kembali berkembang di tengah perubahan pola kerja pemerintahan.

