Langkah berani pemerintah dalam membatasi program gratis ongkir melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital (Permen Komdigi) Nomor 8 Tahun 2025 membuka babak baru dalam ekosistem logistik nasional. Selama bertahun-tahun, promosi potongan biaya pengiriman menjadi strategi pamungkas e-commerce dan jasa kurir untuk menarik konsumen. Namun kini, waktunya mendorong praktik bisnis yang lebih adil dan berkelanjutan.
Batasan Baru, Peluang Baru
Dalam konferensi pers pada Jumat (16/5/2025), pemerintah mengumumkan bahwa program gratis ongkir hanya diperbolehkan maksimal tiga hari dalam sebulan. Bukan dihapus, melainkan dibatasi agar tidak merusak struktur biaya layanan logistik.
Kebijakan ini menyasar potongan harga yang membuat tarif di bawah biaya pokok. Sementara diskon yang masih di atas biaya dasar tetap diperbolehkan sepanjang tahun. Artinya, regulasi ini tidak mematikan inovasi, tapi menata ulang arah pertumbuhan industri.
Dengan lebih dari 6 juta tenaga kerja yang menggantungkan hidup di sektor logistik, pembatasan ini diharapkan dapat memperkuat daya tahan pelaku usaha kecil, menengah, hingga pengantar barang di lapangan.
Jaga Persaingan Sehat, Dukung Ekosistem Logistik
Tingginya kompetisi dalam dunia logistik selama ini memicu perang harga antar pelaku usaha. Banyak yang akhirnya mengorbankan margin keuntungan bahkan kualitas layanan.
Pertumbuhan industri logistik sendiri cukup pesat, dengan capaian 9,01 persen (year-on-year) pada triwulan I 2025 menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Namun, pertumbuhan ini tak boleh hanya menguntungkan segelintir perusahaan besar.
Permen Komdigi 2025 hadir dengan lima pilar pembaruan:
- Perluasan layanan ke wilayah terpencil.
- Peningkatan mutu layanan dan kecepatan pengiriman.
- Penguatan ekosistem kolaboratif antar pelaku usaha.
- Menjaga iklim usaha yang sehat dan setara.
- Mendorong adopsi teknologi logistik ramah lingkungan.
Kebijakan ini menargetkan kolaborasi logistik menjangkau minimal 50 persen provinsi dalam waktu 1,5 tahun, sekaligus mendorong adopsi sistem monitoring transparan.
Perspektif Konsumen dan UMKM
Konsumen tentu menyukai layanan gratis ongkir. Namun dari sisi pelaku usaha, khususnya UMKM dan kurir independen, potongan besar-besaran justru sering kali menjadi beban.
Dengan pembatasan ini, konsumen tetap mendapat potongan pada waktu-waktu tertentu, tapi juga didorong untuk lebih menghargai nilai dari layanan pengiriman. UMKM pun berkesempatan bersaing secara adil, tanpa harus mengobral harga di luar batas kemampuan.
Selain itu, regulasi ini mempertegas bahwa logistik bukan sekadar aktivitas antar barang, melainkan bagian penting dari sistem ekonomi yang menyambung antara produsen, konsumen, dan peluang kerja.
Saatnya Transformasi Logistik Nasional
Melalui aturan baru ini, Indonesia menunjukkan komitmen dalam membangun industri logistik modern. Tidak sekadar cepat, tapi juga adil dan tangguh.
Kebijakan ini mendorong pelaku jasa pengiriman untuk berinovasi dalam efisiensi operasional, memperkuat kolaborasi antarpelaku, serta memanfaatkan teknologi untuk layanan yang lebih hijau dan transparan.
Transformasi digital dan integrasi layanan akan menjadi fokus berikutnya. Platform logistik cerdas, armada berbasis energi terbarukan, serta pengelolaan data yang akurat akan memainkan peran penting dalam meningkatkan daya saing sektor ini di pasar global.
Ekosistem yang Adil untuk Semua
Keseimbangan antara kebutuhan konsumen, keberlangsungan usaha, dan keadilan antar pelaku adalah fondasi ekonomi digital yang sehat.
Pembatasan gratis ongkir menjadi contoh bahwa insentif harus diselaraskan dengan keberlanjutan. Regulasi ini tidak anti-inovasi, tapi pro-keberlanjutan.
Kini saatnya semua pihak, dari platform e-commerce, perusahaan logistik, pelaku UMKM, hingga konsumen, menyesuaikan diri dengan pola baru.
Karena dalam dunia bisnis modern, bukan hanya siapa yang cepat yang menang, tapi siapa yang tangguh dan berkelanjutan yang bertahan.