Tradisi menggandeng anak-anak saat pemain sepak bola memasuki lapangan selalu menjadi momen penuh makna di dunia olahraga. Bukan sekadar penghias seremoni, tetapi tradisi ini membawa pesan mendalam tentang harapan, kesetaraan, dan persatuan. Pada ajang Piala AFF 2024, tradisi ini akan kembali menjadi sorotan, menyatukan semangat Asia Tenggara melalui kehadiran generasi muda di lapangan hijau.
Player escort—sebutan bagi anak-anak pendamping—bukanlah konsep baru. Tradisi ini mulai populer pada 1990-an, mencapai puncaknya melalui turnamen besar seperti Kejuaraan Eropa 2000 dan Piala Dunia 2002. Saat itu, FIFA dan UNICEF memanfaatkan momen tersebut untuk kampanye “Say Yes for Children,” menekankan pentingnya hak anak dalam pendidikan, perlindungan, dan rekreasi. Semangat yang sama kini terus dilestarikan di berbagai turnamen, termasuk Piala AFF, sebagai simbol bahwa sepak bola adalah olahraga untuk semua.
Pada Piala AFF 2024, tradisi ini membawa nilai yang lebih mendalam, mengingat Asia Tenggara adalah kawasan dengan keberagaman budaya dan sosial. Anak-anak yang menggandeng para pemain menjadi simbol kesatuan, melampaui batas negara, agama, atau status sosial. FIFA, melalui kampanye global “Football Unites the World,” memanfaatkan tradisi ini untuk mempromosikan nilai-nilai fair play, kebersamaan, dan solidaritas di lapangan.
Tak hanya itu, bagi anak-anak, momen menjadi player escort adalah impian yang menjadi nyata. Di Indonesia, PSSI memberikan kesempatan melalui program “Pendamping Garuda,” memungkinkan putra-putri bangsa untuk berjalan bersama pemain Timnas di ajang Piala AFF. Tradisi ini bukan hanya memberi pengalaman tak terlupakan, tetapi juga menginspirasi mereka untuk bermimpi lebih besar.
Namun, tradisi ini tidak lepas dari dimensi komersial. Di beberapa negara, seperti Inggris, klub-klub sepak bola mengenakan biaya hingga Rp12 juta untuk kesempatan menjadi player escort. Biaya ini sering dikritik karena dianggap mengurangi esensi inklusivitas olahraga. Meski demikian, hal ini juga menunjukkan bagaimana sepak bola semakin profesional dan melibatkan aspek bisnis dalam setiap elemennya.
Yang menarik, tradisi ini juga memberikan ruang untuk variasi kreatif. Di Brasil, pemain Sao Paulo pernah masuk lapangan dengan menggandeng anjing sebagai bagian dari kampanye adopsi hewan. Sementara itu, Ajax Amsterdam merayakan Hari Ibu dengan berjalan bersama ibu mereka ke lapangan. Di Piala AFF 2024, mungkin kita juga bisa berharap adanya elemen lokal yang memperkaya tradisi ini, mencerminkan semangat khas Asia Tenggara.
Melalui player escort, Piala AFF 2024 akan menjadi lebih dari sekadar ajang kompetisi. Tradisi ini mengingatkan kita bahwa sepak bola adalah jembatan antargenerasi, menyatukan orang-orang melalui nilai-nilai universal seperti harapan, kebersamaan, dan cinta untuk olahraga. Sebuah tradisi kecil yang membawa pesan besar bagi dunia.