Jakarta – Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump resmi menaikkan tarif impor terhadap semua produk asal Indonesia menjadi 32 persen. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025 dan berdampak langsung pada sejumlah komoditas unggulan ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam.
Kebijakan tersebut diumumkan Trump melalui unggahan di media sosial, mempertegas rencana yang pertama kali disampaikan pada April lalu. Dalam pernyataan resminya, Trump menyebut tarif ini masih di bawah yang dianggap ideal untuk menyeimbangkan defisit perdagangan antara AS dan Indonesia.
“Mulai 1 Agustus 2025, kami akan mengenakan tarif sebesar 32 persen kepada Indonesia atas semua produk Indonesia yang dikirim ke AS,” tulis Trump, seraya menegaskan bahwa produk yang dikirim ulang untuk menghindari tarif akan dikenakan tarif lebih tinggi lagi.
Trump menilai Indonesia selama ini menerapkan berbagai hambatan tarif dan nontarif yang merugikan Amerika Serikat secara ekonomi. Ia juga menyebut situasi ini sebagai ancaman terhadap keamanan nasional mereka.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ekspor non-migas Indonesia ke AS sepanjang Januari-Mei 2025 tercatat mencapai US$12,11 miliar, atau sekitar 11,42 persen dari total ekspor non-migas Indonesia. AS merupakan negara tujuan ekspor terbesar kedua setelah Tiongkok.
Sejumlah produk utama Indonesia yang akan terdampak langsung dari kebijakan ini antara lain kopi (US$128,25 juta), minyak kelapa sawit (US$574,04 juta), pakaian jadi (US$1,27 miliar), sepatu olahraga (US$524,84 juta), dan mainan anak-anak (US$72,92 juta).
Lionel Priyadi, Fixed Income and Market Strategist dari Mega Capital Sekuritas, memperingatkan bahwa jika tarif ini diperparah dengan tambahan 10 persen yang sedang dipertimbangkan AS terhadap negara anggota BRICS, dampaknya bisa berat.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di bawah 4,5 persen,” ujarnya, merujuk pada potensi terganggunya ekspor dan berkurangnya minat investor asing.
Kekhawatiran lain juga datang dari sektor industri dalam negeri yang akan kesulitan bersaing karena harga produk menjadi tidak kompetitif di pasar AS. Pemerintah Indonesia disebut telah menugaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk segera melakukan negosiasi langsung ke Washington.
Dampak kebijakan tarif tinggi ini dikhawatirkan akan menurunkan volume perdagangan bilateral RI-AS dan memicu efek domino terhadap sektor manufaktur, tenaga kerja, hingga stabilitas neraca perdagangan nasional.