Fiqih sosial perlu mengikuti perkembangan zaman. Pesan itu disampaikan Prof. Dr. H. Nadirsyah Hosen, yang akrab disapa Gus Nadir, dalam forum di Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, pada Senin malam (18/11/2023). Ia menegaskan bahwa di tengah derasnya arus teknologi, fiqih sosial harus mampu beradaptasi agar relevan dengan tantangan era digital.
Gus Nadir menyampaikan pandangannya di depan para tokoh dan santri, menyoroti pentingnya pendekatan yang kontekstual dalam fiqih sosial. Menurutnya, fiqih sosial bukan hanya aturan, tetapi juga pedoman bagi umat Islam untuk menjawab masalah kontemporer. Dengan semakin kompleksnya kehidupan digital, konsep fiqih sosial harus merespons fenomena seperti hoaks, boikot ekonomi, hingga dampak dari kecerdasan buatan (AI).
“Media sosial telah menjadi ruang publik baru yang seringkali dimanfaatkan secara kurang bijaksana. Dalam konteks ini, fiqih sosial berperan penting untuk membantu masyarakat agar bijak menggunakan teknologi,” ujarnya dalam diskusi tersebut.
Fiqih sosial, lanjut Gus Nadir, merupakan warisan pemikiran tokoh Nahdlatul Ulama (NU) seperti KH. Ali Yafie dan KH. Sahal Mahfudh. Meski sudah dirumuskan puluhan tahun lalu, ia menilai fiqih sosial tetap relevan hingga kini jika diterapkan dengan pemahaman baru. Namun, pendekatan ini memerlukan pendidikan dan literasi digital agar mampu meredam penyebaran informasi keliru yang marak di dunia maya.
“NU telah lama mengajarkan pentingnya pendekatan yang penuh hikmah. Namun, dalam era digital ini, literasi menjadi kebutuhan penting agar masyarakat tidak terjebak dalam informasi yang salah,” jelasnya.
Gus Nadir juga menyoroti fenomena sosial lain seperti judi online dan pinjaman online ilegal (pinjol), yang semakin marak di kalangan masyarakat. Ia mempertanyakan mengapa banyak orang terjebak dalam lingkaran pinjaman ilegal ini. Menurutnya, masalah ini tidak hanya soal hukum, tetapi juga berkaitan dengan ekonomi.
“Masyarakat sering terjerat pada pilihan sulit karena faktor ekonomi. Jika masalah ekonomi ini tidak ditangani, fenomena pinjol dan judi online akan terus berulang,” tegasnya. Ia berharap ada solusi dari pemerintah yang mampu menyentuh akar permasalahan.
Dalam kesempatan itu, Gus Nadir juga berpesan agar lembaga pendidikan Islam seperti pesantren tidak hanya fokus pada pendidikan agama. Menurutnya, pesantren juga harus siap mendidik santri agar mampu menghadapi tantangan zaman yang terus berubah dengan cepat.
“Pesantren Cipasung dan lembaga lainnya harus berperan aktif sebagai pusat literasi digital yang relevan dan strategis. Hal ini penting agar para santri tidak hanya memahami agama, tetapi juga siap menghadapi dunia modern dengan pemahaman teknologi yang memadai,” tambahnya dengan penuh harap.
Pesan Gus Nadir menjadi catatan penting bagi dunia pendidikan Islam di Indonesia, terutama dalam mengedepankan literasi digital sebagai bagian dari dakwah dan pendidikan moral. Ia meyakini, fiqih sosial yang adaptif dan literasi digital yang kuat akan mampu mengantarkan generasi muda Islam menuju masa depan yang lebih cerah dan bertanggung jawab di era digital ini.