Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Curug Malela: Niagara Mini di Jantung Hutan Jawa Barat

Kyoto Kerek Tarif Wisata Demi Selamatkan Warisan Budaya

DPRD Kutim Desak Efisiensi Anggaran, Peringatkan Potensi Sanksi

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Jumat, 14 November 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

Mindset Penghambat Investasi

Ketika investor dicurigai sebagai musuh, ekonomi nasional pun jalan di tempat.
Udex MundzirUdex Mundzir9 Juli 2025 Editorial
Mengapa Investor Pilih Vietnam Bukan Indonesia.
Ilustrasi Investor Pilih Vietnam Bukan Indonesia.
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Pernahkah kita sadar, mengapa begitu banyak investor asing lebih memilih membuka pabrik di Vietnam dibandingkan di Indonesia? Ini bukan lagi sekadar persoalan upah buruh yang lebih murah, bukan pula karena pasar yang lebih besar, atau tenaga kerja yang lebih terampil. Inti masalahnya terletak pada pola pikir pemerintah dan masyarakat kita yang masih memandang bisnis dengan curiga, bahkan memusuhi.

Vietnam menjadi contoh konkret bagaimana negara bisa memosisikan diri sebagai fasilitator, bukan penghalang. Ketika investor datang dan menyatakan butuh lahan satu hektare, pemerintah Vietnam langsung mencarikan lokasi strategis. Ketika diminta menyiapkan ribuan pekerja, pemerintahnya yang turun tangan menyusun skema perekrutan, pelatihan, hingga distribusi tenaga kerja. Bahkan, pembangunan pabrik disambungkan ke kontraktor lokal terbaik tanpa calo dan pungli. Semua perizinan diurus cepat dan terintegrasi, membuat investor bisa fokus pada produksi dan ekspansi pasar.

Sementara di Indonesia, cerita yang muncul justru sebaliknya. Investor asing maupun lokal harus melewati jalan panjang berliku. Mulai dari calo lahan, pungutan liar, izin yang tumpang tindih, hingga tekanan dari ormas setempat. Tidak jarang, setelah pabrik berdiri pun, para pengusaha harus menghadapi demo berkepanjangan dari serikat pekerja yang menuntut berbagai macam hal di luar kesepakatan awal.

Menurut data Kementerian Investasi/BKPM, realisasi investasi asing langsung (FDI) ke Vietnam pada 2023 mencapai USD 36 miliar. Angka ini naik sekitar 15 persen dari tahun sebelumnya. Sebaliknya, Indonesia hanya mencatat sekitar USD 24 miliar, stagnan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini jelas menunjukkan ada masalah fundamental yang menghalangi arus modal masuk ke tanah air.

Jika kita cermati, masalah ini lebih dari sekadar birokrasi. Ini soal mentalitas. Di Indonesia, pelaku usaha sering kali dianggap “orang kaya” yang wajib “membagi kue” kepada berbagai pihak. Dari oknum pejabat daerah, ormas, hingga preman lokal, semua merasa berhak mendapatkan “jatah” begitu ada usaha yang berdiri. Pandangan inilah yang membebani investor.

Padahal, logika sederhananya: investor datang membawa modal, membuka lapangan pekerjaan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Ketika usaha mereka lancar, daerah sekitar juga akan berkembang. Muncul permintaan jasa, warung makan, kontrakan, hingga transportasi lokal. Tapi mentalitas “sapi perah” justru menutup peluang efek ganda tersebut.

Secara hukum, pemerintah sebenarnya sudah menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang bertujuan memangkas perizinan dan birokrasi. Namun, implementasi di lapangan masih jauh dari harapan. Banyak peraturan turunan yang justru membuka ruang pungli dan tumpang tindih peran antarinstansi. Selain itu, resistensi dari kelompok tertentu memperlambat transformasi yang sudah dirancang.

Dari sisi sosial, mentalitas anti-investor yang kerap dihembuskan juga memperparah situasi. Demonstrasi dengan tuntutan di luar rasionalitas sering dijadikan alat tawar untuk kepentingan kelompok. Buruh menuntut kenaikan gaji di luar kemampuan perusahaan, ormas meminta “jasa keamanan” dengan ancaman intimidasi, sementara pemerintah daerah menuntut “kontribusi khusus” yang tidak diatur resmi. Semua ini menciptakan atmosfer yang tidak ramah bagi pertumbuhan bisnis.

Dampak ekonominya sangat nyata. Indonesia kehilangan kesempatan menyerap jutaan tenaga kerja baru. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa tingkat pengangguran terbuka per Februari 2024 masih di angka 5,45 persen. Artinya, jutaan orang yang seharusnya bisa bekerja di pabrik-pabrik baru justru terpaksa bertahan dalam sektor informal atau menjadi pengangguran.

Dari sudut pandang budaya, kita harus mulai menggeser cara pandang terhadap pelaku usaha. Membangun usaha adalah upaya membawa solusi, bukan menciptakan beban. Usaha baru berarti peluang, inovasi, dan ruang tumbuh bagi daerah sekitar. Pemerintah daerah, masyarakat, hingga aparat penegak hukum semestinya bahu-membahu memfasilitasi, bukan memeras.

Sebagai solusi, reformasi mentalitas harus menjadi prioritas utama. Pertama, pemerintah harus serius memperkuat implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dengan menertibkan pungutan liar, mempermudah perizinan, dan menghilangkan birokrasi yang membebani. Petugas di lapangan harus diberi sanksi tegas bila terbukti mempersulit atau mencari keuntungan pribadi.

Kedua, pendidikan kewirausahaan harus diperluas hingga ke tingkat sekolah dan masyarakat umum. Masyarakat harus paham bahwa bisnis bukan musuh. Dengan meningkatnya kesadaran kolektif, investor akan merasa aman dan nyaman menanamkan modal.

Ketiga, sinergi pemerintah pusat dan daerah harus ditingkatkan. Tidak boleh ada visi pembangunan yang saling bertolak belakang. Jika pusat mengundang investasi, daerah wajib mendukung dengan kebijakan sinkron, bukan malah menciptakan aturan tambahan yang mempersulit.

Keempat, perlindungan hukum untuk investor harus dijamin. Mekanisme pengaduan harus diperkuat, dengan jalur cepat untuk menyelesaikan kasus-kasus pemerasan, intimidasi, atau pungli. Investor yang merasa aman akan lebih tertarik melakukan ekspansi, yang pada akhirnya menciptakan efek domino positif bagi ekonomi lokal dan nasional.

Akhirnya, kita harus berani jujur mengakui bahwa salah satu penghambat terbesar pembangunan ekonomi Indonesia adalah mentalitas kita sendiri. Kalau kita masih memandang investor sebagai “lumbung uang” yang harus diperas, jangan heran jika negara tetangga seperti Vietnam terus berlari, sementara kita hanya berdiri menonton di pinggir jalan.

Sebagai media, kami menegaskan bahwa perubahan mindset adalah syarat mutlak jika kita ingin Indonesia menjadi negara tujuan investasi utama di Asia Tenggara. Fasilitasi yang mudah, birokrasi yang bersih, serta masyarakat yang mendukung adalah kunci untuk membuka pintu investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Ekonomi Indonesia Investasi asing Mindset Pemerintah Persaingan Regional Reformasi Birokrasi
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticleCelah Curang Layanan Rumah Sakit
Next Article Festival Kampong Tuha, Firnadi Ikhsan Tegaskan Pentingnya Menjaga Nilai gotong Royong

Informasi lainnya

Menguji Gelar Pahlawan Soeharto

13 November 2025

Insentif MBG: Jangan Alihkan Beban

2 November 2025

Kehadiran Prabowo di Kongres Projo, Akan Menegaskan Dirinya “Termul”

1 November 2025

Sentralisasi Berkedok Nasionalisme

31 Oktober 2025

Siapa Kenyang dari Proyek Makan Bergizi?

27 Oktober 2025

Larangan Baju Bekas: Tegas Boleh, Serampangan Jangan

27 Oktober 2025
Paling Sering Dibaca

Mengenal IHSG: Indeks Utama Pasar Saham Indonesia

Bisnis Ericka

Modal Waktu

Gagasan Syamril Al-Bugisyi

Mengenal Kandungan Gizi Es Krim Vanila

Food Alfi Salamah

Garuda Diselamatkan, Tapi Sampai Kapan?

Editorial Udex Mundzir

Jangan Serahkan Pendidikan ke Negara yang Tak Konsisten

Editorial Udex Mundzir
Berita Lainnya
Hukum
Alwi Ahmad20 September 2023

Antusias Siswa SMPN 3 Samarinda Ikuti Jaksa Masuk Sekolah

Fenomena Clipper, Profesi Baru yang Bikin Sarjana Geleng Kepala

Universitas Cipasung Tasikmalaya Cetak Guru Inovatif Lewat STEAM

Minat Masyarakat Positif, Okupansi Kereta Cepat Whoosh Stabil

APBD Kutim Turun Drastis, Pemkab Upayakan TPP ASN Tetap Aman

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.