Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Lepaskan Ketegangan, Raih Kedamaian

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Jumat, 24 Oktober 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

Negeri Pungli dan Pajak Tinggi

Ketika pajak kian mencekik dan pungli tetap menjalar, wibawa negara dipertaruhkan di depan rakyatnya sendiri.
Udex MundzirUdex Mundzir29 Maret 2025 Editorial
Negeri Pungli dan Pajak Tinggi
Ilustrasi Pajak Tinggi di Indonesia (.inet)
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Pajak tinggi seharusnya tidak menjadi masalah, selama dikelola secara adil dan transparan. Namun di Indonesia, pajak seringkali hadir bersamaan dengan pungutan liar, menciptakan beban ganda yang merugikan rakyat kecil.

Rakyat diminta taat membayar pajak, tetapi dalam kenyataannya, mereka juga harus menghadapi birokrasi yang penuh praktik pungli. Di ruang pelayanan publik, perizinan, hingga proyek infrastruktur, pungutan tak resmi masih menjadi hal yang lumrah.

Laporan Bank Dunia pada Maret 2025 kembali menampar realitas fiskal kita. Indonesia disebut kehilangan potensi penerimaan pajak sebesar Rp546 triliun setiap tahun dalam periode 2016–2021, akibat rendahnya efisiensi dan kepatuhan.

Angka itu terdiri dari kebocoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp386 triliun, serta Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) sebesar Rp160 triliun. Bukan jumlah yang kecil—setara dengan hampir sepertiga APBN untuk sektor pendidikan.

Masalah ini bukan soal kekurangan sumber daya, tetapi lemahnya pengawasan dan budaya fiskal yang tidak sehat. Korporasi besar dengan mudah menghindari pajak, sementara sektor informal dan kelas menengah justru menjadi sasaran utama.

Penghindaran pajak terjadi melalui manipulasi laporan keuangan, transfer pricing, dan penggunaan perusahaan cangkang di luar negeri. Praktik semacam ini sulit disentuh karena lemahnya regulasi dan pengawasan yang kerap bisa dinegosiasikan.

Di sisi lain, pemerintah justru semakin agresif menaikkan tarif dan memperluas basis pajak. Tarif PPN naik menjadi 12 persen, wacana pajak karbon digulirkan, serta ekonomi digital mulai dijadikan target penerimaan baru.

Namun ekspansi ini tak dibarengi dengan pembersihan sistem perpajakan. Tanpa reformasi struktural, kebijakan hanya akan membebani yang lemah dan melanggengkan ketimpangan fiskal.

Kondisi ini menciptakan krisis legitimasi. Rakyat membayar, tapi tidak melihat hasilnya dalam bentuk pelayanan publik yang memadai.

Sebagian masyarakat bahkan mulai menganggap penghindaran pajak sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem yang tidak adil. Ini berbahaya, karena bisa merusak fondasi kepercayaan terhadap negara.

Keadilan fiskal tak hanya soal angka, tapi soal rasa keadilan yang dirasakan warga. Ketika mereka melihat korupsi dan pungli merajalela, rasa percaya akan runtuh meski pajak dibayar dengan taat.

Di lapangan, pungli tetap hidup karena dibiarkan. Penegakan hukum lemah, pengawasan internal tak serius, dan sanksi yang ada lebih sering menjadi tontonan ketimbang tindakan tegas.

Padahal pungli adalah penggerogot sistemik terhadap keadilan ekonomi. Setiap rupiah yang diambil tanpa hak, mengikis moral aparat dan menjauhkan warga dari rasa memiliki terhadap negara.

Pemerintah tak bisa hanya mengandalkan kampanye kesadaran pajak. Keteladanan dan integritas lembaga jauh lebih menentukan dalam membangun kepatuhan yang sukarela.

Langkah pertama yang harus diambil adalah membenahi institusi perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak harus direformasi dari dalam, bukan sekadar lewat digitalisasi, tapi juga etika dan budaya kerjanya.

Publik perlu tahu ke mana pajak mereka dibelanjakan. Transparansi anggaran, audit terbuka, dan laporan berkala wajib disampaikan secara sederhana dan mudah dipahami masyarakat.

Langkah kedua, pemberantasan pungli harus dilakukan secara nyata dan sistematis. Tidak cukup hanya dengan OTT atau pemberhentian sementara—perlu ada perubahan sistem yang menutup celah negosiasi liar.

Langkah ketiga, pemerintah perlu fokus melindungi dan memberdayakan sektor ekonomi rakyat. UMKM harus diberikan insentif, bukan sekadar dibebani kewajiban fiskal tanpa perlindungan.

Pajak bukan sekadar alat memungut, tapi juga distribusi keadilan. Negara tidak bisa terus menarik dari bawah, sementara membiarkan yang di atas bermain tanpa batas.

Jika negara ingin rakyat patuh, maka negara harus terlebih dulu menunjukkan integritasnya. Bukan hanya di atas mimbar, tapi dalam praktik sehari-hari pelayanan publik.

Kita tak hanya butuh reformasi pajak, tapi juga revolusi kepercayaan. Karena tanpa kepercayaan, pajak hanya akan menjadi kewajiban yang dipenuhi dengan keterpaksaan, bukan dengan kesadaran.

Negara yang memungut terlalu besar, tapi membiarkan pungli berkembang, sedang menggali kuburnya sendiri. Maka saat ini, perubahan bukan lagi pilihan—melainkan keharusan.

Keadilan Ekonomi Kepercayaan Publik Pajak Tinggi Pungli Indonesia Reformasi Fiskal
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticlePajak Bukan Satu-Satunya Jalan
Next Article Pemerintah Tetapkan 1 Syawal 1446 H Jatuh pada 31 Maret 2025

Informasi lainnya

Waspadai, Purbaya Anak Buah Luhut

9 September 2025

Bersih-Bersih Kabinet Prabowo Dimulai

9 September 2025

Orde Baru Jauh Lebih Baik

8 September 2025

Jokowi, Mengapa Masih Ikut Campur?

4 September 2025

Mengakhiri Bayang Jokowi

4 September 2025

Selamat Tinggal Agustus Kelabu: Tinggalkan Joget-joget di Istana

1 September 2025
Paling Sering Dibaca

Nomor HP Tidak Pernah Ganti 10 Tahun? Ini Tanda Kamu Layak Dipercaya

Daily Tips Ericka

Selain 8 dan 20 Rakaat, Ini Ada Jumlah Rakaat Shalat Tarawih

Islami Ericka

Ujian Jabatan

Gagasan Syamril Al-Bugisyi

Marselino Ferdinan, Bintang Muda Gemilang di Timnas Indonesia

Kroscek Alfi Salamah

Menebus Dosa Ghibah Menurut Islam

Islami Ericka
Berita Lainnya
Kesehatan
Alfi Salamah23 Oktober 2025

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Kasus Radiasi Cikande Masuk Tahap Penyidikan, PT PMT Dianggap Lalai

Trump Resmikan Fase Dua Kesepakatan Gencatan Gaza

Menkeu Purbaya Pertimbangkan Pemangkasan PPN Tahun 2026

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.