Surabaya – Pemerintah pusat resmi memangkas anggaran transfer ke daerah (TKD) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Jumlah pemangkasan mencapai Rp227 triliun, atau setara dengan penurunan 24,6 persen dari tahun sebelumnya. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, langkah ini bukan semata soal efisiensi, tetapi juga merupakan bentuk teguran keras atas kinerja daerah yang dinilai belum optimal.
Dalam pertemuannya dengan kepala daerah se-Jawa Timur, Purbaya menyoroti rendahnya penyerapan anggaran dan maraknya kasus penyelewengan di sejumlah daerah. Ia meminta kepala daerah memperbaiki tata kelola sebelum menuntut tambahan anggaran dari pusat.
“Mereka mesti belajar juga, perbaiki cara mereka menyerap anggaran. Jangan sampai ramai-ramai ada penangkapan. Kalau bisa tunjukkan kinerja yang baik dan bersih, saya bisa rayu atasan saya untuk tambah anggaran,” kata Purbaya seusai menghadiri pemusnahan rokok ilegal di Surabaya pada Selasa (30/9/2025), yang kemudian dikutip di Jakarta pada Jumat (3/10/2025).
Purbaya menjelaskan, meskipun TKD dipangkas, alokasi dana pembangunan daerah justru meningkat signifikan. Pemerintah pusat mengalokasikan Rp1,3 triliun untuk program-program pembangunan, naik dari Rp900 miliar pada tahun sebelumnya. Ia menekankan bahwa pergeseran alokasi ini dilakukan agar dana publik digunakan lebih efisien dan tepat sasaran.
“Jadi, uangnya secara total tidak berkurang. Hanya salurannya saja yang diatur ulang agar lebih efisien dan tepat sasaran,” ujarnya.
Reformasi keuangan daerah menjadi salah satu fokus pemerintah pusat dalam memastikan keberlanjutan pembangunan. Purbaya menilai, selama ini masih banyak daerah yang belum mampu memaksimalkan potensi anggarannya. Lemahnya pengawasan internal, rendahnya kualitas belanja modal, serta praktik birokrasi yang tidak transparan menjadi hambatan utama.
Langkah pemerintah memangkas TKD ini juga dinilai sebagai upaya mendorong akuntabilitas dan disiplin fiskal di level daerah. Pemangkasan tersebut memberi sinyal bahwa daerah tidak bisa lagi hanya mengandalkan transfer dari pusat tanpa memperlihatkan hasil nyata dalam pembangunan.
Para pengamat keuangan publik menilai kebijakan ini dapat memicu dua dampak berbeda. Di satu sisi, pemda dipaksa berbenah agar tidak bergantung sepenuhnya pada pusat. Di sisi lain, risiko ketimpangan pembangunan antar daerah bisa muncul jika tidak ada mekanisme pendukung yang memadai.
Dengan kebijakan baru ini, pemerintah pusat menegaskan bahwa kualitas pengelolaan anggaran menjadi indikator utama dalam menentukan besaran dukungan fiskal untuk daerah. Kepala daerah dituntut lebih transparan dan fokus pada hasil pembangunan yang terukur agar tidak kehilangan kepercayaan dari pusat.
Ke depan, Kementerian Keuangan berkomitmen untuk memperketat pengawasan dan evaluasi terhadap penggunaan anggaran daerah. Pemerintah juga akan mendorong pemda meningkatkan kualitas belanja publik agar benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat.