Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Curug Malela: Niagara Mini di Jantung Hutan Jawa Barat

Kyoto Kerek Tarif Wisata Demi Selamatkan Warisan Budaya

DPRD Kutim Desak Efisiensi Anggaran, Peringatkan Potensi Sanksi

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Kamis, 13 November 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

Pemblokiran Rekening Tanpa Akal

Ketika lembaga gagal mencegah kejahatan besar, justru rakyat kecil yang jadi sasaran sistem tanpa rasa.
Udex MundzirUdex Mundzir30 Juli 2025 Editorial
Pemblokiran Rekening Oleh PPATK
Ilustrasi Pemblokiran Rekening Oleh PPATK.
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Pemblokiran rekening pribadi tanpa bukti yang jelas kini menjadi pengalaman pahit sebagian warga. Salah satu lembaga negara yang berada di balik praktik ini adalah PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Lembaga ini memiliki kewenangan untuk menganalisis dan memberikan informasi terkait transaksi mencurigakan kepada penegak hukum. Namun yang terjadi justru ironi: alih-alih membongkar korupsi besar, PPATK justru merugikan warga kecil yang sedang berusaha bertahan hidup melalui usaha sendiri.

Seorang warga bercerita bahwa rekeningnya diblokir secara sepihak. Uangnya—yang digunakan sebagai modal usaha—tidak bisa diakses. Ia pun dipaksa berurusan dengan bank, menghabiskan waktu dan biaya, hanya untuk akhirnya diarahkan menghubungi PPATK melalui jalur komunikasi yang tidak pernah direspons. Sementara usahanya berhenti. Sementara tanggung jawab terhadap pekerja dan keluarga tetap berjalan. Sementara negara tidak memberi kejelasan.

Hal ini mencerminkan masalah lebih dalam: negara gagal membedakan antara pengawasan dan penindasan. Dalam teori hukum tata negara, wewenang administratif harus dijalankan dengan proporsionalitas dan akuntabilitas. Namun yang terjadi, masyarakat justru dihukum oleh sistem yang tidak transparan. PPATK seharusnya menjadi lembaga intelijen keuangan, bukan mesin acak yang menebar ketakutan dan kebingungan.

Masalahnya tidak hanya teknis, tapi struktural. Lembaga seperti PPATK beroperasi seolah berada di atas masyarakat tanpa kewajiban menjelaskan tindakan mereka. Akibatnya, warga tidak tahu harus ke mana mencari keadilan. Tidak ada surat pemberitahuan. Tidak ada dasar hukum yang bisa dikonfirmasi. Hanya status “rekening diblokir” yang membuat kehidupan seseorang berhenti sementara waktu—atau bahkan selamanya.

Pemerintah selalu berbicara tentang pertumbuhan UMKM, ekonomi digital, dan pemberdayaan masyarakat. Namun kenyataannya, pemerintah justru menjadi beban melalui sistem pengawasan keuangan yang kaku dan tidak berpihak pada rakyat. Dalam banyak kasus, pemblokiran rekening dilakukan hanya karena adanya pola transaksi yang dianggap “tidak biasa”, padahal konteks sosial-ekonominya tidak pernah digali lebih lanjut.

Fenomena ini juga menunjukkan ketimpangan tanggung jawab. Ketika negara gagal mencegah korupsi miliaran rupiah, tidak ada tindakan cepat atau pemblokiran aset yang dilakukan secara transparan. Tapi ketika rakyat kecil melakukan transaksi jutaan rupiah untuk modal usaha, sistem justru bertindak seolah menemukan penjahat besar. Negara ini seperti memburu semut dan membiarkan gajah lewat.

PPATK seringkali dijadikan simbol keseriusan pemerintah dalam memberantas kejahatan keuangan. Tapi efektivitasnya patut dipertanyakan. Data dari ICW menyebut bahwa korupsi di sektor pemerintahan terus meningkat, bahkan di tengah retorika antikorupsi yang digembar-gemborkan. Lalu apa gunanya lembaga analisis keuangan jika tidak mampu mencegah kerugian negara yang masif? Jika pada akhirnya mereka hanya “menyaring” masyarakat kecil dalam jaring-jaring yang tak berpola?

Dari sisi hukum, pemblokiran rekening secara sepihak tanpa proses keadilan substantif melanggar prinsip due process of law. Dalam demokrasi, tidak boleh ada pembatasan hak milik pribadi tanpa dasar hukum dan mekanisme keberatan yang jelas. Tapi realitasnya, warga harus berkeliling dari bank ke instansi, menunggu pesan WhatsApp yang tak pernah dibalas, dan menanggung kerugian sendiri. Ini adalah pelecehan terhadap hak ekonomi warga negara.

Kita harus berani menyebut: ini adalah bentuk kelalaian sistemik. Pemerintah gagal membangun lembaga yang responsif, transparan, dan berpihak pada keadilan. Jika pemerintah memang serius mendorong transformasi digital dan inklusi keuangan, maka mereka juga harus membenahi regulasi pengawasan finansial yang sering tumpang tindih dan tanpa kejelasan.

Yang lebih menyakitkan, beban kesalahan institusi justru dipikul oleh masyarakat. Ketika sistem gagal menanggulangi korupsi kelas kakap, yang direpotkan justru rakyat biasa. Mereka yang hanya ingin membuka usaha, menyimpan dana pendidikan, atau membayar karyawan. Negara yang lalai tidak boleh menjadikan rakyat sebagai korban substitusi dari kegagalannya sendiri.

Solusinya tidak bisa sekadar imbauan. Harus ada reformasi prosedur. Pertama, PPATK harus memiliki sistem komunikasi resmi yang aktif, cepat, dan bisa diakses publik. Kedua, proses pemblokiran harus disertai notifikasi tertulis dengan alasan hukum yang spesifik. Ketiga, perlu ada saluran keberatan administratif yang independen dan responsif, seperti ombudsman khusus sektor keuangan.

Keempat, perlunya peninjauan ulang regulasi yang memberikan kewenangan pemblokiran kepada lembaga tanpa pengawasan yudisial langsung. Kewenangan semacam ini harus dibatasi agar tidak berubah menjadi alat intimidasi. Kelima, pendidikan publik tentang hak finansial dan prosedur penyelesaian konflik harus menjadi bagian dari literasi digital nasional.

Jika negara gagal memberi rasa aman kepada warganya yang tidak bersalah, maka negara itu kehilangan legitimasi moral. Lembaga negara tidak seharusnya hadir sebagai entitas yang menambah beban masyarakat. PPATK dan institusi keuangan terkait harus sadar: mereka tidak sedang bekerja dalam ruang kedap suara. Tindakan mereka berdampak nyata pada kehidupan orang banyak.

Kami menegaskan, setiap sistem yang tidak berpihak pada keadilan, seberapa canggih pun perangkatnya, tetaplah bentuk kekerasan administratif. Dan negara yang membiarkan lembaga-lembaganya memperlakukan rakyat seperti ini adalah negara yang kehilangan arah dan tanggung jawab.

Birokrasi Lemah Hak Ekonomi Warga Ketidakadilan Hukum Pemblokiran Rekening PPATK
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticleGempa Rusia M 8,7 Picu Peringatan Tsunami di Indonesia
Next Article Kukar Meriahkan HAN 2025 dengan Dongeng dan Tarian Anak

Informasi lainnya

Menguji Gelar Pahlawan Soeharto

13 November 2025

Insentif MBG: Jangan Alihkan Beban

2 November 2025

Kehadiran Prabowo di Kongres Projo, Akan Menegaskan Dirinya “Termul”

1 November 2025

Sentralisasi Berkedok Nasionalisme

31 Oktober 2025

Siapa Kenyang dari Proyek Makan Bergizi?

27 Oktober 2025

Larangan Baju Bekas: Tegas Boleh, Serampangan Jangan

27 Oktober 2025
Paling Sering Dibaca

Keberangkatan Haji Diberkahi: Doa Khusus dari Rumah

Islami Alfi Salamah

Shuka Grill: Pilihan All You Can Eat yang Memikat

Food Lina Marlina

Indosat Transformasi Jadi TechCo, Fokus Kembangkan AI dan Jangkau Daerah Rural

Techno Assyifa

Mengapa Sandal dan Sepatu Harus Diparkir dengan Rapi?

Daily Tips Assyifa

Asal-Usul Shalat Tarawih 20 Rakaat Plus Witir 3 Rakaat

Islami Ericka
Berita Lainnya
Hukum
Alwi Ahmad20 September 2023

Antusias Siswa SMPN 3 Samarinda Ikuti Jaksa Masuk Sekolah

Fenomena Clipper, Profesi Baru yang Bikin Sarjana Geleng Kepala

Minat Masyarakat Positif, Okupansi Kereta Cepat Whoosh Stabil

KPK Cetak Quattrick di Riau, Empat Gubernur Tersandung Korupsi

PB XIII Hangabehi Wafat, Takhta Keraton Surakarta Tunggu Pewaris Resmi

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.