Jepang, yang pernah menjadi pemimpin dalam industri elektronik, kini menghadapi tantangan dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) generatif dan model bahasa besar (Large Language Models atau LLM).
Keterlambatan ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya keahlian dalam pembelajaran mendalam dan pengembangan perangkat lunak yang ekstensif.
Selain itu, Jepang diperkirakan akan menghadapi kekurangan sekitar 789.000 insinyur perangkat lunak pada tahun 2030. Situasi ini semakin memperburuk posisi Jepang dalam persaingan global.
Sementara itu, Amerika Serikat dan China terus mempercepat inovasi AI mereka, meninggalkan Jepang dalam ketertinggalan teknologi.
Untuk mengejar ketertinggalan, Jepang telah mengambil langkah-langkah strategis.
Institut Teknologi Tokyo dan Universitas Tohoku, bekerja sama dengan Fujitsu dan Riken, berencana menggunakan superkomputer Fugaku untuk mengembangkan LLM berbasis data Jepang.
Pemerintah Jepang juga menginvestasikan 6,8 miliar yen untuk membangun superkomputer baru di Hokkaido. Superkomputer ini dijadwalkan mulai beroperasi pada awal tahun depan, khusus untuk pelatihan LLM.
Langkah ini menunjukkan komitmen Jepang untuk kembali menjadi pemain utama dalam teknologi AI.Di sisi lain, Indonesia mulai menunjukkan inisiatif dalam pengembangan AI dan LLM.
Perusahaan telekomunikasi Indosat Ooredoo Hutchison dan perusahaan teknologi GoTo Gojek Tokopedia meluncurkan Sahabat-AI. Ini adalah ekosistem model bahasa besar dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah lainnya.
Proyek ini didukung oleh AI Singapore dan Tech Mahindra. Tujuannya adalah memungkinkan pengembangan layanan berbasis AI yang memahami konteks lokal.
Dengan demikian, Indonesia berupaya membangun ekosistem AI yang lebih inklusif dan dapat bersaing secara global.
Selain itu, Nvidia berencana berinvestasi di beberapa kota di Indonesia. Salah satu program utamanya adalah pembangunan sekolah yang berfokus pada AI di provinsi Jawa Tengah.
Langkah ini menunjukkan meningkatnya minat perusahaan global dalam mendukung pengembangan talenta AI di Indonesia.Namun, Indonesia juga menghadapi tantangan.
Kurangnya data yang terstruktur dan berkualitas tinggi dapat menghambat pengembangan AI yang efektif.
Meskipun ada inisiatif untuk mengembangkan LLM dalam bahasa Indonesia, jumlahnya masih terbatas.
Riset serta model pemrosesan bahasa juga perlu ditingkatkan agar dapat bersaing dengan model AI dari negara-negara lain.
Secara keseluruhan, baik Jepang maupun Indonesia menyadari pentingnya pengembangan AI dan LLM untuk masa depan.
Jepang, dengan infrastrukturnya yang kuat, berupaya mengejar ketertinggalan melalui investasi besar dalam superkomputer dan kolaborasi akademik.
Indonesia, meskipun menghadapi keterbatasan, menunjukkan potensi besar dengan dukungan dari sektor swasta dan kolaborasi internasional.
Kedua negara perlu terus berinvestasi dalam pengembangan talenta dan infrastruktur agar tidak tertinggal dalam revolusi AI global.
Sementara itu, persaingan antara China dan Amerika Serikat dalam bidang AI semakin intens.
Kehadiran DeepSeek, sebuah perusahaan rintisan China, telah mengejutkan dunia teknologi. Mereka merilis model AI yang menyaingi ChatGPT dengan biaya yang jauh lebih rendah.
DeepSeek berhasil mengembangkan modelnya menggunakan chip Nvidia yang lebih tua dan daya komputasi yang lebih sedikit.
Perkembangan ini menantang dominasi perusahaan teknologi AS. Ini juga mencerminkan strategi China dalam mengganggu pasar dengan biaya lebih rendah dan dukungan negara.
Selain itu, OpenAI telah menyampaikan kekhawatirannya kepada pemerintah AS mengenai meningkatnya kemampuan AI China melalui pesaingnya, DeepSeek.
Mereka menyoroti risiko keamanan dan potensi manipulasi oleh pemerintah China.OpenAI juga merekomendasikan perubahan regulasi untuk mempertahankan kepemimpinan AI Amerika. (businessinsider.com)
Persaingan ini tidak hanya berdampak pada sektor teknologi tetapi juga memiliki implikasi geopolitik yang luas.
Kedua negara berlomba untuk mendominasi AI, yang dianggap sebagai kunci pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan keamanan nasional di masa depan.
Situasi ini menekankan pentingnya investasi berkelanjutan dalam penelitian dan pengembangan AI.Di saat yang sama, negara-negara lain harus bersiap menghadapi dampak persaingan global ini.