Kenaikan tarif ojek online yang diumumkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menandai babak baru dalam dinamika ekonomi digital Indonesia.
Kemenhub menyatakan bahwa penyesuaian tarif sudah final, dengan kenaikan di kisaran 8–15 persen. Keputusan ini diambil setelah serangkaian kajian bersama para aplikator dan perwakilan mitra pengemudi.
Secara sepintas, kebijakan ini tampak menjadi angin segar bagi para driver.
Sudah lama para pengemudi ojol menuntut tarif yang lebih layak, terutama di tengah tekanan biaya hidup yang terus melonjak. Kenaikan harga bahan bakar, suku cadang kendaraan, hingga kebutuhan sehari-hari membuat banyak pengemudi merasakan beban berat.
Namun, apakah kenaikan ini benar-benar berpihak pada para mitra pengemudi?
Di sisi lain, masyarakat sebagai pengguna jasa tentu menjadi pihak yang paling terdampak secara langsung. Selama ini, harga murah menjadi daya tarik utama layanan ojek online.
Ketika tarif naik, banyak penumpang akan berpikir ulang, terutama bagi mereka yang mengandalkan ojol sebagai moda transportasi harian.
Laporan Bank Indonesia pada kuartal pertama 2025 menunjukkan bahwa 65 persen pengguna ojol adalah pekerja informal dan karyawan level menengah ke bawah.
Bagi kelompok ini, kenaikan tarif 10–15 persen cukup signifikan dalam beban pengeluaran bulanan.
Sementara itu, para aplikator, seperti Gojek dan Grab, berusaha menjaga keseimbangan antara kepentingan pengemudi dan konsumen.
Mereka mendukung kenaikan tarif, tetapi di saat yang sama tetap mementingkan keberlanjutan permintaan.
Jika harga terlalu tinggi, pengguna bisa beralih ke alternatif lain, seperti transportasi umum atau bahkan kendaraan pribadi, yang justru berpotensi menurunkan pendapatan pengemudi.
Kenaikan tarif ojol juga membuka perdebatan lebih luas tentang keadilan ekonomi digital.
Selama ini, potongan aplikasi yang bisa mencapai 20 persen dari pendapatan driver kerap menjadi keluhan utama.
Saat ini, pemerintah juga tengah mengkaji usulan pemotongan biaya aplikasi menjadi maksimal 10 persen.
Jika potongan ini benar-benar direalisasikan, barulah pengemudi bisa merasakan manfaat nyata dari tarif yang naik.
Tanpa penyesuaian potongan, kenaikan tarif bisa jadi hanya memperbesar margin keuntungan aplikator.
Secara hukum, posisi para driver masih rawan.
Sebagai pekerja gig economy, mereka tidak memiliki status karyawan tetap.
Konsekuensinya, mereka tidak mendapat jaminan sosial penuh, perlindungan hukum ketenagakerjaan, atau upah minimum yang pasti.
Kajian Komnas HAM pada 2024 menunjukkan bahwa 78 persen pengemudi ojol merasa tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan yang menyangkut nasib mereka.
Keputusan sering kali diambil secara sepihak antara pemerintah dan aplikator, sedangkan para pengemudi hanya menjadi objek.
Dalam konteks politik, keberpihakan negara juga patut dipertanyakan.
Pemerintah seakan berupaya meredam tekanan politik dan sosial dari kelompok pengemudi yang sering mengancam mogok massal.
Namun, jika solusi yang diberikan hanya berupa kenaikan tarif tanpa reformasi struktural, maka akar masalah tetap tidak tersentuh.
Budaya solidaritas dan gotong royong yang menjadi nilai khas masyarakat Indonesia seharusnya juga tercermin dalam kebijakan transportasi daring.
Saat ini, banyak pengemudi ojol yang saling mendukung melalui komunitas lokal, membantu jika ada kecelakaan atau kesulitan ekonomi.
Sayangnya, kebijakan resmi justru kerap mengabaikan semangat kolektif ini dan lebih fokus pada perhitungan ekonomi sempit.
Dalam aspek ekonomi makro, kenaikan tarif ojol berpotensi memicu inflasi lokal.
Tarif transportasi umum adalah salah satu komponen Indeks Harga Konsumen (IHK).
Jika harga naik, maka biaya distribusi barang juga bisa terdampak, khususnya untuk UMKM yang mengandalkan layanan antar ojol.
Selain itu, potensi penurunan permintaan juga bisa memperburuk pendapatan driver dalam jangka panjang.
Laporan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebutkan, pada 2023, 40 persen driver mengandalkan bonus dan insentif harian untuk menutupi biaya hidup.
Jika permintaan anjlok, maka insentif otomatis berkurang.
Dalam jangka panjang, kenaikan tarif hanya akan efektif jika diiringi reformasi ekosistem secara menyeluruh.
Beberapa langkah konkret yang bisa diambil pemerintah adalah menetapkan batas potongan aplikasi maksimal, mewajibkan asuransi dan jaminan sosial bagi semua driver, serta membuka ruang dialog publik yang melibatkan pengemudi secara langsung.
Selain itu, edukasi publik juga penting agar masyarakat memahami alasan di balik kenaikan tarif.
Jika penumpang sadar bahwa biaya tambahan digunakan untuk kesejahteraan pengemudi, resistensi bisa ditekan.
Di luar itu, pemerintah perlu mendorong inovasi transportasi umum massal yang terjangkau dan terintegrasi, sehingga masyarakat tetap memiliki pilihan transportasi yang ekonomis dan aman.
Dalam kerangka hukum, sudah saatnya status para driver diatur lebih tegas.
Saat ini, banyak driver berada dalam zona abu-abu: bukan pekerja tetap, tetapi juga bukan mitra sepenuhnya bebas.
Status yang jelas akan membuka akses pada hak-hak dasar ketenagakerjaan dan mengurangi kerentanan mereka terhadap eksploitasi ekonomi digital.
Bagi para aplikator, harus ada kesadaran bahwa keberlanjutan bisnis tidak hanya bergantung pada algoritma permintaan dan penawaran.
Kesejahteraan pengemudi adalah fondasi utama kepercayaan publik.
Jika pengemudi merasa diperlakukan adil, maka loyalitas mereka akan meningkat, yang pada akhirnya memperkuat ekosistem transportasi daring secara keseluruhan.
Sebagai media, kami berpandangan bahwa kenaikan tarif ini seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki struktur industri ojol.
Bukan sekadar menaikkan harga, tetapi juga mendorong keadilan sosial dan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi pengemudi.
Negara tidak boleh hanya menjadi penonton di tengah konflik kepentingan antara aplikator dan pengemudi.
Keberpihakan nyata harus tercermin dalam kebijakan yang melindungi kelompok rentan dan menjaga keseimbangan pasar.
Masyarakat pun diharapkan lebih bijak, tidak hanya menuntut harga murah, tetapi juga mendukung kesejahteraan para pekerja yang setiap hari mengantar kita dengan aman.