Jakarta – Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5% menuai perhatian. Di balik kebijakan tersebut, ternyata rumus yang digunakan masih mengacu pada aturan era Presiden Joko Widodo.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa kenaikan ini dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Angka 6,5% diperoleh dari penjumlahan inflasi sebesar 1,71% dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,95%.
“Pertumbuhan ekonomi dan inflasi menjadi dasar perhitungannya,” ujar Airlangga di Gedung DPR, Jakarta, Senin (2/12/2024).
Formula ini sebelumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 yang diterbitkan Jokowi. Dalam aturan tersebut, kenaikan UMP dihitung berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan inflasi dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).
Kebijakan ini menjadi angin segar bagi pekerja setelah usulan awal Menteri Ketenagakerjaan Yassierli hanya mencapai 6%. Namun, di sisi lain, kalangan pengusaha menyatakan keberatan dengan angka tersebut, terutama dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
“Kenaikan ini cukup berat bagi kami, tetapi kami akan mencoba menghadapinya,” ungkap seorang perwakilan asosiasi pengusaha.
Prabowo berharap kebijakan ini mampu menjaga daya beli masyarakat sambil memastikan kestabilan ekonomi. Keputusan ini sekaligus menunjukkan bahwa pemerintahan Prabowo tetap mengapresiasi kebijakan lama yang dinilai efektif dan relevan untuk diterapkan saat ini.
