Hanoi – Pemerintah Vietnam memperpanjang penurunan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 2%, dari 10% menjadi 8%, hingga Juni 2025. Langkah ini diambil untuk mendorong konsumsi domestik, mengurangi biaya bisnis, dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini sebelumnya diberlakukan sejak Januari 2024 dan terbukti efektif.
Mengutip Vietnam News, kebijakan tersebut mencakup sektor properti, perbankan, telekomunikasi, informasi teknologi, hingga barang konsumsi tertentu. Ekonom Dinh Trọng Thịnh menilai pengurangan PPN ini mampu menstabilkan produksi dan menciptakan lapangan kerja. “Dengan menurunkan biaya produksi, bisnis dapat menawarkan harga kompetitif yang mendorong belanja konsumen,” jelasnya.
Namun, kebijakan ini diperkirakan mengurangi pendapatan negara Vietnam sebesar 26,1 triliun dong Vietnam. Meski demikian, pemerintah berkomitmen menjaga stabilitas anggaran di tengah pemulihan ekonomi global yang lambat.
Berbeda dengan Vietnam, Indonesia justru akan menaikkan PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025, namun hanya untuk barang-barang mewah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Kami sedang memformulasikan secara rinci, karena ada aspek daya beli dan pertumbuhan ekonomi yang perlu diseimbangkan,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Rabu (11/12/2024).
Kenaikan PPN tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kebijakan ini diperkirakan berdampak pada kelompok barang tertentu tanpa memengaruhi konsumsi masyarakat luas.
Langkah Vietnam menunjukkan fokus pada penguatan daya beli sebagai respons atas ketidakpastian global. Sementara itu, Indonesia memilih menjaga APBN untuk menghadapi tantangan ekonomi jangka panjang.