Jakarta – Penjelasan resmi kembali disampaikan Polri di tengah sorotan publik yang kian tajam terkait penugasan personel aktif di berbagai kementerian dan lembaga negara. Kepolisian menegaskan seluruh proses penempatan tersebut tidak dilakukan sembarangan, melainkan mengikuti mekanisme baku yang sudah diatur oleh negara.
Pada Selasa (18/11/2025), Polri mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 300 anggota kepolisian yang menduduki jabatan manajerial atau eselon di kementerian/lembaga (K/L). Posisi tersebut mencakup level eselon I.A hingga IV.A, termasuk Jabatan Pimpinan Tinggi utama, madya, dan pratama. Selain itu, sekitar 4.000 personel lainnya bekerja pada posisi nonmanajerial seperti staf, penyidik, koordinator, ajudan, pengawal, serta fungsi pendukung lainnya.
“Yang menduduki jabatan manajerial itu sekitar 300-an, sedangkan angka 4.351 itu termasuk staf, ajudan, pengawal, dan fungsi pendukung lainnya. Jadi bukan semuanya jabatan sipil yang manajerial,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Sandi Nugroho dalam keterangan yang disampaikan kepada media.
Ia menambahkan bahwa penempatan anggota Polri pada struktur K/L dilakukan atas permintaan resmi dari instansi terkait. Setelah permintaan masuk, rangkaian asesmen kompetensi digelar sebelum kemudian diajukan melalui keputusan Presiden untuk jabatan tertentu yang mensyaratkan legitimasi lebih tinggi.
Menurut Sandi, mekanisme tersebut bukan hanya menjadi prosedur administratif, melainkan juga bentuk akuntabilitas agar setiap personel yang ditugaskan benar-benar memiliki kapasitas sesuai kebutuhan lembaga tujuan. Ia menggarisbawahi bahwa mayoritas posisi yang diisi Polri bukanlah jabatan sipil strategis, melainkan tugas pendampingan dan dukungan operasional.
“Penugasan anggota Polri di luar struktur dilakukan karena adanya permintaan dari kementerian atau lembaga terkait. Setelah asesmen dilakukan, baru diajukan melalui keputusan Presiden untuk jabatan tertentu,” jelas Sandi.
Dalam beberapa bulan terakhir, isu mengenai larangan polisi aktif menduduki jabatan sipil kembali mengemuka seiring meningkatnya diskusi publik dan kajian yang tengah disusun pemerintah. Polri sendiri telah membentuk kelompok kerja untuk menyiapkan analisis cepat mengenai wacana tersebut. Namun demikian, lembaga kepolisian memastikan bahwa data terbaru justru menunjukkan sebagian besar penugasan tidak berada pada posisi manajerial yang dianggap sensitif.
Pengamat tata kelola pemerintahan menilai fenomena ini perlu dilihat secara menyeluruh, termasuk aspek manfaat dan risiko. Di satu sisi, pengalaman polisi dalam keamanan dan penegakan hukum dinilai membantu efektivitas program tertentu. Namun, di sisi lain, kehadiran aparat aktif di jabatan sipil kerap memunculkan kekhawatiran soal batas kewenangan.
Dengan penegasan terbaru dari Polri, publik diharapkan memperoleh gambaran lebih jelas terkait struktur dan mekanisme penugasan personel aktif di kementerian/lembaga. Sorotan yang muncul belakangan dinilai menjadi momentum untuk memperkuat regulasi yang ada, sekaligus memastikan bahwa setiap penempatan tetap berada dalam koridor akuntabilitas negara.
