Samarinda – Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Nidya Listiyono mengatakan bahwa proses hukum terhadap kasus 21 Izin Usaha Pertambangan (IUP) sedang berjalan, dan sudah ada satu nama yang menjadi tersangka.
“Proses hukum sudah berjalan terhadap 21 IUP tersebut, kemudian sudah ada hasil dengan ditetapkannya satu tersangka hingga penahanan,” ujar Listiyono saat diwawancarai seusai Grand Opening SCaffe dan Podcast Sukri n D’Genk, Jum’at malam (6/10/2023).
Kabarnya kasus ini dilimpahkan kepada Penjabat (Pj) yang baru, Akmal Malik. Politikus Fraksi Golkar tersebut berikan ketegasan bahwa seorang pemimpin tetap harus menjalankan tugas, baik yang belum terselesaikan maupun yang akan dikerjakan.
“Itu merupakan konsekuensi jabatan, terlepas suka tidak suka, hal baik atau hal buruk, tetap itu menjadi tanggung jawabnya yang harus diselesaikan sebaik mungkin dengan tempo yang sesingkat-singkatnya,” tegas Listiyono.
Lebih lanjut, Ketua Komisi II DPRD Kaltim ini, berharap Aparat Penegak Hukum (APH) bertindak cepat dan tegas, agar tidak merugikan banyak pihak.
“Saya tidak memiliki kewenangan, karena itu merupakan wewenang APH, tapi saya berharap ini ditindak secara cepat dan tegas. Saya yakin APH bekerja secara profesional, dan sudah terlihat dengan hasil nama-nama yang sudah menjadi tersangka,” jelasnya.
Perlu diketahui, berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang memuat kerugian negara akibat penambangan batu bara ilegal di Indonesia, dengan total kerugian tersebut mencapai Rp 40 triliun per tahun.
Sesuai dengan kegiatan pertambangan yang diatur dalam UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), Pasal 158 menyatakan, “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).”

