Jakarta – “Rencana besar yang penuh tantangan.” Itulah gambaran mengenai langkah Presiden terpilih, Prabowo Subianto, yang akan membentuk Badan Haji dan Umrah. Langkah ini merupakan salah satu agenda pemerintahannya mendatang.
Prabowo menunjuk Gus Irfan Yusuf sebagai kepala, dengan Afriansyah Noor dan Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai wakil. Badan ini diharapkan memperbaiki tata kelola haji dan umrah di Indonesia.
Rencana tersebut langsung memunculkan reaksi dari berbagai pihak. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftah Faqih, memberikan catatan penting terkait hal ini. Ia menegaskan bahwa pembentukan badan ini perlu didasari kajian matang dan komprehensif.
Perlu Persiapan yang Matang
Menurut KH Miftah, membentuk badan ini tidak semudah kedengarannya. Diperlukan perencanaan yang matang agar tujuan mulia tersebut bisa tercapai dengan efektif.
“Menurut saya, ini bukan keputusan yang gampang. Mudah diucapkan, tapi sulit dipraktikkan,” ungkap Kiai Miftah saat diwawancarai pada Sabtu (19/10/2024).
Ia menekankan pentingnya kajian akademis yang mendalam agar keputusan tersebut tidak terkesan tergesa-gesa dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, baik dari pemerintah maupun organisasi Islam.
Melibatkan Semua Pihak
Lebih lanjut, Kiai Miftah berharap organisasi masyarakat Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dapat terlibat dalam proses pembentukan Badan Haji dan Umrah ini. Menurutnya, kehadiran ormas-ormas besar tersebut akan memperkaya wacana dan gagasan yang lebih konkret.
“NU dan Muhammadiyah harus diberi ruang untuk menyampaikan aspirasinya, dan bukan sekadar diberi ruang, tapi juga benar-benar didengarkan apa yang mereka sampaikan,” jelasnya.
Menurutnya, keberhasilan pengelolaan haji dan umrah sangat tergantung pada sinergi antara pemerintah dan pihak-pihak terkait. Dengan demikian, keputusan yang diambil nantinya bisa mencerminkan kebutuhan umat dan mendukung perbaikan pelayanan ibadah haji dan umrah secara menyeluruh.
