Memaksa “bersilaturahmi” dan berbuntut insiden tragis jelang Pilkada Sampang 2024 mengguncang masyarakat. Kejadian pengeroyokan di Desa Ketapang Laok, Kecamatan Ketapang, menyorot tindakan kontroversial Haji Slamet Junaidi—atau yang kerap dipanggil Haji Idi—petahana yang seolah menantang situasi dengan memasuki kawasan tidak aman.
Dengan rekam jejak 5 tahun memegang kekuasaan sebagai bupati Sampang, Haji Idi diyakini memahami potensi kerawanan di Ketapang. Namun, keputusannya untuk tetap hadir di daerah tersebut seakan menyalakan api di tengah bara politik yang sudah panas.
Haji Idi, yang katanya dikenal sebagai seorang “blater”—julukan bagi tokoh lokal yang memiliki pengaruh besar—seharusnya paham bahwa langkahnya untuk bersilaturahmi ke wilayah yang diduga punya potensi konflik tinggi akan berisiko besar.
Keputusannya ini bukan hanya mempertaruhkan keselamatan tim dan pendukung, tetapi juga memperlihatkan sikap seolah “menguji” keamanan yang selama 5 tahun terakhir ada di bawah kebijakannya sendiri. Ironisnya, situasi tidak aman yang ia hadapi saat ini merupakan hasil dari kebijakannya sendiri selama menjabat.
Bagi Haji Idi, kondisi ini berubah menjadi semacam ruang simalakama. Jika ia kalah dalam Pilkada ini, ia akan menanggung malu sebagai petahana yang gagal mempertahankan kursi kepemimpinan dengan rapor merahnya. Namun, jika ia menang, situasi pun tidak serta merta menjadi lebih baik, karena ketidakamanan di wilayahnya sendiri akan tetap membayangi.
Ini adalah ujian bagi dirinya, dan sekaligus cerminan hasil kepemimpinannya. Situasi yang tidak kondusif di Ketapang, dan beberapa wilayah lain, merupakan hasil karya kepemimpinan yang harus ia pertanggungjawabkan, karena tidak mampu menciptakan rasa aman di tanah kekuasaannya sendiri.
Sebagai petahana, Haji Idi memiliki akses penuh terhadap data intelijen, peta kerawanan wilayah, dan informasi situasi politik di setiap kecamatan. Keputusannya untuk masuk ke Ketapang, meskipun situasi sedang memanas, memperlihatkan kurangnya kepedulian terhadap keamanan, baik untuk diri sendiri maupun para pendukungnya.
Di tengah suasana politik yang semakin panas, langkah seperti ini terkesan sebagai tindakan yang sembrono dan berpotensi menambah tensi politik, apalagi dengan adanya perbedaan afiliasi di antara penduduk setempat.
Kini, publik mempertanyakan bagaimana Haji Idi, yang selama 5 tahun berkuasa, justru menyisakan warisan ketidakamanan di wilayahnya sendiri. Kondisi ini menunjukkan bahwa stabilitas daerah bukan hanya menjadi tanggung jawab aparat keamanan, tetapi juga tanggung jawab moral seorang pemimpin.
Haji Idi tampaknya gagal memberikan rasa aman di wilayah yang selama ini berada dalam pengaruh kebijakannya, sehingga masyarakat dirugikan oleh konflik dan kekacauan yang mencederai nilai-nilai demokrasi.
Petahana ini berada di titik di mana setiap hasil Pilkada membawa risiko citra negatif. Jika ia menang, ia akan terus dihadapkan pada kritik terkait ketidakmampuan menciptakan ketenangan di daerah yang dipimpinnya.
Pun jika kalah, maka hal itu menjadi refleksi nyata ketidakpuasan masyarakat terhadap kepemimpinannya yang kurang efektif.
Lebih jauh, konflik politik yang timbul ini juga menunjukkan bagaimana ketegangan sosial masih bisa meletup dengan mudah akibat rivalitas politik, yang seharusnya bisa diredam dengan pendekatan yang bijak dan pengendalian diri. Dalam posisi sebagai petahana, Haji Idi diharapkan mampu membawa pengaruh yang menenangkan bagi pendukungnya, bukannya memicu suasana yang rentan menjadi ajang kekerasan.
Kepemimpinan yang baik bukan hanya soal mencalonkan diri kembali, tetapi juga menunjukkan bahwa ia mampu menciptakan kondisi yang kondusif untuk semua pihak, terlepas dari afiliasi politik.
Aparat keamanan dan intelijen di Sampang diharapkan mampu meninjau ulang sistem pengamanan agar kejadian serupa tidak terulang. Polres Sampang juga perlu bersikap lebih waspada dan antisipatif dalam mengawal proses demokrasi yang rawan konflik.
Jangan kecolongan lagi. Pemetaan wilayah rawan konflik, pemantauan intensif, serta penambahan personel di titik-titik yang dianggap rawan perlu dilakukan secara lebih serius.
Hal itu bukan hanya penting untuk Pilkada 2024 ini, tetapi juga untuk memastikan bahwa daerah-daerah lain di Sampang tidak menjadi wilayah konflik yang terus menghambat perkembangan demokrasi di masa depan.
Pada akhirnya, kasus ini menjadi cerminan bahwa demokrasi yang sehat hanya dapat berjalan dalam situasi yang aman dan kondusif. Pemimpin seperti Haji Idi seharusnya paham bahwa pengaruh yang dimilikinya bisa digunakan untuk meredam, bukan menambah bara konflik.
Key-phrase: Haji Idi simalakama Pilkada Sampang
Deskripsi Meta: Haji Idi berada di situasi simalakama dalam Pilkada Sampang, menghadapi ketidakamanan yang tercipta dari 5 tahun kepemimpinannya.
Tag: Haji Idi Sampang, simalakama politik, Pilkada Sampang