New York – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menegaskan pentingnya mencegah segala bentuk pembersihan etnis terhadap warga Palestina di Gaza, di tengah kondisi kemanusiaan yang semakin memburuk akibat konflik berkepanjangan.
Dalam pertemuan Komite PBB untuk Pelaksanaan Hak-Hak Asasi Rakyat Palestina, Rabu (05/02/2025), Guterres menyampaikan keprihatinannya terhadap situasi di Gaza yang diwarnai kehancuran infrastruktur, kelaparan, dan penderitaan massal.
“Pelaksanaan hak-hak asasi rakyat Palestina adalah tentang hak mereka untuk hidup sebagai manusia di tanah air sendiri,” tegas Guterres. Ia menyebut dunia telah menyaksikan bagaimana hak tersebut semakin sulit diwujudkan akibat dehumanisasi dan demonisasi sistematis terhadap penduduk Gaza.
Guterres menyebut jumlah korban tewas akibat serangan Israel di Gaza hampir mencapai 50.000 jiwa, dengan sekitar 70% di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Infrastruktur sipil seperti rumah sakit, sekolah, dan fasilitas air juga dilaporkan mengalami kerusakan parah.
“Sebagian besar penduduk Gaza harus mengungsi berkali-kali, menghadapi kelaparan, penyakit, dan kehilangan akses terhadap pendidikan, menciptakan generasi tanpa tempat tinggal dan trauma mendalam,” ujarnya.
Sekjen PBB juga menyoroti meningkatnya kekerasan oleh pemukim ilegal di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang menurutnya harus dihentikan.
“Seperti ditegaskan Mahkamah Internasional (ICJ), pendudukan Israel atas wilayah Palestina harus diakhiri. Hukum internasional harus ditegakkan, dan akuntabilitas harus dipastikan,” tegasnya.
Guterres mendesak masyarakat internasional untuk menjaga kesatuan dan mendukung pemulihan Gaza, termasuk mendorong pemerintahan Palestina yang kuat dan bersatu.
“Masyarakat internasional harus mendukung Otoritas Palestina untuk mencapai tujuan itu,” pungkasnya.
Pernyataan Guterres ini muncul di tengah kritik internasional yang semakin keras terhadap kebijakan Israel di Gaza. Negara-negara Arab juga mengecam rencana kontroversial terkait relokasi warga Palestina, yang dinilai melanggar hak asasi manusia.
