Jakarta – Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair Al-Shun, menyampaikan penolakan keras terhadap proposal 20 poin yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Washington pada Senin lalu. Ia menilai rencana tersebut tidak menuntut Israel menghentikan agresi militer di Gaza, sehingga gagal menjawab akar persoalan konflik.
Dalam pernyataannya di Kedutaan Besar Palestina, Menteng, Jakarta, Selasa (30/9/2025), Zuhair mempertanyakan motif Amerika Serikat yang menurutnya selalu terlambat mengambil sikap atas penderitaan rakyat Palestina. “Setelah pembunuhan ini, setelah kehancuran ini, setelah para korban ini, rakyat sedang menderita. Mengapa Amerika dan Trump terlambat serta menunda untuk mengambil keputusan?” ujarnya.
Zuhair juga menuding rencana Trump hanya sebuah permainan politik. “Mengapa dia tidak meminta Israel untuk berhenti? Apakah ini sebuah permainan? Apakah ini kesalahan yang dilempar-lempar?” katanya dengan nada tegas.
Lebih lanjut, ia mengkritik sikap Amerika Serikat yang kerap menggagalkan upaya perdamaian melalui Dewan Keamanan PBB. “Mengapa mereka menggunakan enam kali veto untuk menghentikan resolusi gencatan senjata Gaza? Resolusi itu untuk menyelamatkan rakyat Palestina, bukan menghancurkan Israel,” kata Zuhair.
Menurutnya, AS sebenarnya bisa menjadi mediator yang adil, namun rekam jejak veto dan kebijakan yang bias Israel membuat perannya dipertanyakan. “Amerika mampu jika mereka mau. Kami berada di pihak yang benar, kami punya hak untuk berjuang melawan pendudukan,” tambahnya.
Proposal damai Trump sendiri mencakup gencatan senjata, pembebasan sandera, pembentukan badan transisi bernama Board of Peace yang dipimpin Trump, serta janji membangun Gaza menjadi “zona bebas teror”. Namun, rencana tersebut menegaskan bahwa Hamas tidak akan dilibatkan dalam pemerintahan Gaza, sementara Netanyahu tetap menolak ide negara Palestina.
Skeptisisme terhadap proposal itu meluas, termasuk di Indonesia. Banyak pihak menilai isi rencana tersebut justru memperkuat dominasi Israel dan Amerika di kawasan, bukan menyelesaikan konflik.
Sejak agresi Israel ke Gaza pada Oktober 2023, lebih dari 66.000 warga Palestina dilaporkan tewas, mayoritas perempuan dan anak-anak. Blokade yang berlangsung membuat wilayah tersebut terjerat krisis pangan, kehancuran infrastruktur, dan merebaknya penyakit.
Bagi Dubes Zuhair, inti persoalan bukan sekadar membangun kembali Gaza, melainkan memastikan pengakuan atas hak rakyat Palestina untuk merdeka. “Jika Amerika bicara tentang demokrasi dan hukum kemanusiaan, mereka harus bertindak nyata, bukan hanya melontarkan rencana,” pungkasnya.