Jakarta – Ibadah haji kembali menghadirkan ironi bagi umat Islam di Indonesia. Di satu sisi, minat menunaikan rukun Islam kelima terus meningkat. Di sisi lain, waktu tunggu yang kian panjang membuat banyak calon jemaah harus menelan kesabaran ekstra. Setelah pemerintah menetapkan formula baru pembagian kuota mulai 2026, antrean haji reguler kini rata-rata menembus 26,4 tahun secara nasional.
Kebijakan ini dinilai berhasil menghapus disparitas masa tunggu antarwilayah yang sebelumnya cukup mencolok. Namun, penyamarataan tersebut tetap menyisakan persoalan besar: antrean yang tetap sangat panjang. Artinya, calon jemaah yang mendaftar hari ini hampir mustahil bisa berangkat dalam waktu dekat, termasuk pada musim haji 2026.
Kondisi itu memunculkan wacana alternatif di tengah masyarakat. Sebagian calon jemaah mulai melirik haji khusus sebagai solusi yang lebih masuk akal. “Daripada menunggu haji reguler sampai 26 tahun, mungkin haji khusus bisa jadi pilihan karena antreannya sekitar lima sampai delapan tahun,” ujar seorang calon jemaah di Jakarta.
Haji khusus diselenggarakan oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dengan kuota nasional sekitar delapan persen dari total kuota haji Indonesia. Meski porsinya terbatas, peminat jalur ini terus bertambah seiring makin panjangnya antrean reguler.
Berdasarkan penelusuran pada sejumlah PIHK resmi di bawah pengawasan Kementerian Agama RI, biaya haji khusus saat ini berada pada kisaran USD 11.500 hingga USD 18.000 per orang. Untuk paket standar, biayanya setara Rp 192 juta hingga Rp 217 juta, sementara paket premium kamar ganda bisa mencapai Rp 300 jutaan, bergantung pada kurs dolar AS.
Biaya tersebut bersifat dinamis dan sangat dipengaruhi fluktuasi nilai tukar. Karena itu, calon jemaah disarankan aktif memantau kurs sebelum mengambil keputusan. Terlebih, jika menargetkan keberangkatan pada 2026, jalur haji reguler praktis sudah tertutup, sementara haji khusus masih membuka peluang melalui antrean normal maupun skema pelimpahan porsi, meski bergantung kebijakan pemerintah.
Dari sisi proyeksi, biaya haji diperkirakan cenderung meningkat. Inflasi di Arab Saudi, fluktuasi dolar AS, serta proyek besar dalam kerangka Visi Saudi 2030 berpotensi mendorong kenaikan biaya secara bertahap. Untuk haji khusus, setoran awal umumnya sekitar USD 4.000, dengan total biaya akhir mencapai USD 11.000 hingga USD 15.000 tergantung fasilitas dan tahun keberangkatan.
Menghadapi besarnya biaya, strategi finansial menjadi faktor krusial. Banyak calon jemaah mulai menerapkan konversi rupiah ke dolar secara bertahap, berinvestasi emas sebagai lindung nilai inflasi, atau memanfaatkan reksa dana pasar uang syariah untuk menjaga likuiditas.
Namun, peluang berangkat lebih cepat juga diiringi risiko. Persoalan visa menjadi tantangan utama seiring pengetatan aturan oleh pemerintah Arab Saudi. Kasus deportasi dan denda bagi jemaah tanpa izin resmi (Tasreh) menjadi peringatan keras agar calon jemaah selektif memilih travel.
Travel haji khusus yang kredibel harus memiliki izin PIHK resmi, transparan soal visa, rekam jejak jelas, serta kantor fisik yang dapat diverifikasi. Dengan biaya besar dan ibadah yang sakral, kehati-hatian menjadi kunci.
Dengan antrean reguler yang kian panjang, haji khusus kini tak sekadar alternatif, melainkan opsi realistis bagi mereka yang memiliki target waktu lebih dekat, kesiapan finansial matang, dan komitmen memilih jalur resmi demi kelancaran ibadah di Tanah Suci.
