Jakarta – Ibarat perahu yang menghadapi arus besar di muara, nilai tukar rupiah membuka perdagangan awal pekan dengan tekanan.
Pada Senin pagi, mata uang Garuda tercatat melemah terhadap dolar Amerika Serikat, menandai kehati-hatian pasar menjelang penutupan tahun.
Pelemahan ini terjadi di tengah kondisi pasar global yang relatif sepi, namun sarat ketidakpastian.
Pergerakan rupiah di pasar spot pada awal perdagangan Senin (29/12/2025) menunjukkan posisi yang lebih rendah dibandingkan penutupan sebelumnya.
Mengacu pada data Bloomberg, rupiah dibuka di level Rp16.773 per dolar AS, atau melemah sekitar 28 poin setara 0,17 persen.
Pelemahan ini mencerminkan respons pasar terhadap kombinasi faktor eksternal dan domestik, termasuk arah kebijakan moneter serta sentimen akhir tahun.
Tekanan tidak hanya dialami rupiah. Sejumlah mata uang Asia bergerak searah dengan kecenderungan melemah.
Baht Thailand mencatat pelemahan paling dalam, disusul ringgit Malaysia, yuan China, rupee India, peso Filipina, hingga dolar Hong Kong.
Di sisi lain, won Korea Selatan dan dolar Taiwan justru mampu bergerak menguat, menunjukkan adanya perbedaan sentimen dan fundamental di masing-masing negara kawasan.
“Rupiah diperkirakan masih berpotensi melemah terhadap dolar AS, terbebani prospek kebijakan pelonggaran pemerintah dan BI,” ujar Lukman Leong, analis Doo Financial Futures, dalam keterangannya.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa arah kebijakan menjadi salah satu faktor utama yang diperhatikan pelaku pasar.
Prospek pelonggaran fiskal dan moneter, baik dari pemerintah maupun Bank Indonesia, dinilai dapat menambah tekanan pada stabilitas nilai tukar. Dalam kondisi likuiditas global yang ketat, sinyal pelonggaran sering kali direspons pasar dengan sikap lebih defensif terhadap mata uang negara berkembang.
Selain faktor kebijakan, kondisi musiman turut memengaruhi pergerakan rupiah. Menjelang tutup tahun, aktivitas perdagangan cenderung menurun karena banyak pelaku pasar mengurangi eksposur dan memilih menunggu arah baru di awal tahun.
Situasi ini membuat pasar lebih mudah bergejolak, meski tanpa sentimen besar sekalipun. Lukman memperkirakan rupiah akan bergerak volatil dalam kisaran Rp16.700 hingga Rp16.800 per dolar AS selama perdagangan akhir tahun yang relatif sepi.
Dari sisi pelaku usaha dan investor, pelemahan rupiah menjadi sinyal untuk meningkatkan kewaspadaan. Importir berpotensi menghadapi kenaikan biaya, sementara eksportir bisa memperoleh keuntungan kurs jangka pendek.
Namun demikian, fluktuasi tajam tetap menyimpan risiko jika tidak dikelola dengan strategi lindung nilai yang tepat.
Secara keseluruhan, pembukaan rupiah yang melemah di level Rp16.773 per dolar AS mencerminkan dinamika pasar yang masih rapuh menjelang pergantian tahun.
Dengan kombinasi kebijakan pelonggaran, sentimen regional, dan minimnya likuiditas, rupiah diperkirakan masih akan bergerak fluktuatif hingga perdagangan benar-benar beralih ke tahun baru.
