Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Curug Malela: Niagara Mini di Jantung Hutan Jawa Barat

Kyoto Kerek Tarif Wisata Demi Selamatkan Warisan Budaya

DPRD Kutim Desak Efisiensi Anggaran, Peringatkan Potensi Sanksi

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Jumat, 14 November 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

Apa yang Sebenarnya Disembunyikan dari Dana Desa?

Ketika pengawasan dianggap sebagai ancaman, transparansi berubah menjadi sesuatu yang harus dilawan. Tapi pertanyaannya, ada apa di balik dana desa?
Udex MundzirUdex Mundzir2 Februari 2025 Editorial
Pernyataan Menteri Desa Yandri yang menyudutkan wartawan dan LSM
Pernyataan Menteri Desa Yandri yang menyudutkan wartawan dan LSM (.inet)
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendesa PDTT) Yandri yang menyebut wartawan dan LSM sebagai “pengganggu kepala desa” menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa pihak yang seharusnya berperan dalam mengawasi penggunaan dana desa justru disudutkan? Lebih jauh, pernyataan ini memberi kesan seolah ada sesuatu yang perlu disembunyikan dari publik.

Sejak program dana desa bergulir pada 2015, pemerintah telah menggelontorkan lebih dari Rp600 triliun ke 74.961 desa di seluruh Indonesia. Dana ini seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi desa, serta meningkatkan kesejahteraan warga. Namun, laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa sejak program ini dimulai, lebih dari 1.000 kepala desa terjerat kasus korupsi. Modusnya beragam, mulai dari proyek fiktif, penggelembungan harga, hingga penyelewengan dana bantuan sosial.

Dalam situasi seperti ini, keberadaan media dan LSM seharusnya menjadi elemen penting dalam pengawasan. Wartawan memiliki peran untuk mengungkap penyimpangan dan memastikan masyarakat tahu ke mana uang mereka digunakan. LSM berfungsi sebagai jembatan antara masyarakat dan pemerintah untuk memastikan kebijakan benar-benar berjalan sesuai kepentingan rakyat. Maka, ketika menteri desa justru menyebut mereka sebagai pengganggu, publik berhak curiga: apakah pengawasan ini benar-benar mengganggu atau justru mengungkap sesuatu yang tidak ingin diketahui?

Menyudutkan media dan LSM juga menimbulkan risiko serius dalam tata kelola pemerintahan. Transparansi bukan hanya sekadar jargon, tetapi prinsip fundamental dalam demokrasi. Jika pejabat publik mulai menganggap pengawasan sebagai masalah, itu berarti ada niat untuk membatasi akses informasi. Padahal, dalam UU Desa No. 6 Tahun 2014, kepala desa justru diwajibkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat terkait pengelolaan dana desa.

Ironisnya, seruan Yandri untuk menindak wartawan dan LSM muncul di tengah upaya pemerintah memperketat pengawasan dana desa melalui kerja sama dengan kepolisian. Ini menciptakan kontradiksi yang sulit dijelaskan: di satu sisi pemerintah ingin dana desa diawasi, di sisi lain ingin membungkam pengawas independen. Jika pengawasan hanya boleh dilakukan oleh aparat negara, maka risiko konflik kepentingan semakin besar.

Publik harus memahami bahwa keterbukaan informasi bukan ancaman, melainkan mekanisme perlindungan bagi warga agar kebijakan berjalan sebagaimana mestinya. Dana desa bukan uang pribadi kepala desa atau pejabat kementerian, tetapi berasal dari pajak rakyat yang harus dikelola dengan jujur dan bertanggung jawab.

Maka, pertanyaan yang lebih besar bukanlah tentang wartawan atau LSM yang dianggap mengganggu. Pertanyaan sebenarnya adalah: apa yang sedang disembunyikan dari dana desa hingga pengawasannya harus dibatasi.

Dana Desa Jurnalisme Korupsi LSM Transparansi
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticleRp8.100 per Dolar: Berkah atau Bencana?
Next Article Ombudsman: Ada Maladministrasi dalam Kasus Pagar Laut Tangerang

Informasi lainnya

Menguji Gelar Pahlawan Soeharto

13 November 2025

Insentif MBG: Jangan Alihkan Beban

2 November 2025

Kehadiran Prabowo di Kongres Projo, Akan Menegaskan Dirinya “Termul”

1 November 2025

Sentralisasi Berkedok Nasionalisme

31 Oktober 2025

Siapa Kenyang dari Proyek Makan Bergizi?

27 Oktober 2025

Larangan Baju Bekas: Tegas Boleh, Serampangan Jangan

27 Oktober 2025
Paling Sering Dibaca

Surat Fatir, Munculnya Uban sebagai Pemberi Peringatan

Islami Alfi Salamah

Lindungi Uangmu, Cerdas Finansial dengan PeKA

Daily Tips Ericka

Prabowo Tak Berani Pecat Bahlil: Stabilitas Koalisi Mengalahkan Kepentingan Rakyat

Editorial Udex Mundzir

Destinasi Impian untuk Cuti Bersama Desember 2023

Travel Alfi Salamah

Misteri Tempat Pancung Dekat Masjid Jaffali di Jeddah

Islami Alfi Salamah
Berita Lainnya
Hukum
Alwi Ahmad20 September 2023

Antusias Siswa SMPN 3 Samarinda Ikuti Jaksa Masuk Sekolah

Fenomena Clipper, Profesi Baru yang Bikin Sarjana Geleng Kepala

Universitas Cipasung Tasikmalaya Cetak Guru Inovatif Lewat STEAM

Minat Masyarakat Positif, Okupansi Kereta Cepat Whoosh Stabil

APBD Kutim Turun Drastis, Pemkab Upayakan TPP ASN Tetap Aman

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.