Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah tidak akan berdampak pada program bantuan sosial (bansos).
“Yang tidak dipotong adalah anggaran-anggaran belanja bantuan sosial. Tidak ada sedikitpun pengurangan di situ,” ujar Sri Mulyani dalam acara BRI Microfinance Outlook 2025, Kamis (30/01/2025).
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah menginstruksikan pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga dalam rangka penghematan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Kebijakan ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa efisiensi dilakukan pada pos belanja seperti perjalanan dinas, alat tulis kantor (ATK), kegiatan seremonial, dan belanja non-prioritas lainnya.
“Program dan proyek atau anggarannya harus langsung mengena kepada masyarakat,” ucapnya.
Pemerintah menargetkan penghematan anggaran sebesar Rp306,69 triliun, dengan rincian pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun serta penghematan transfer ke daerah sebesar Rp50,59 triliun.
Sri Mulyani juga menetapkan pemangkasan pada 16 pos belanja dengan persentase berbeda, mulai dari 10% hingga 90%. Pemotongan ini tidak mencakup belanja pegawai dan bantuan sosial.
“Menteri atau pimpinan lembaga dapat mengidentifikasi rencana efisiensi sesuai persentase yang telah ditetapkan, mencakup belanja operasional dan non-operasional,” jelasnya.
Beberapa pos belanja yang mengalami pemangkasan signifikan antara lain alat tulis kantor (90%), kegiatan seremonial (56,9%), perjalanan dinas (53,9%), serta infrastruktur (34,3%).
Ketua Komisi XI DPR, Dito Ganinduto, mendukung langkah efisiensi ini, terutama dalam memastikan bahwa dana yang dihemat benar-benar dialokasikan untuk kepentingan masyarakat.
“Efisiensi ini penting agar APBN lebih tepat sasaran. Kami akan mengawasi agar bansos dan program prioritas lainnya tetap berjalan sesuai kebutuhan masyarakat,” ujar Dito.
Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal, menilai bahwa kebijakan ini cukup strategis, tetapi perlu mekanisme pengawasan ketat agar efisiensi tidak mengganggu pelayanan publik.
“Penghematan anggaran itu baik, tetapi harus ada jaminan bahwa layanan publik, termasuk bansos, tidak terganggu. Pemerintah perlu memastikan efektivitas kebijakan ini,” kata Fithra.
Pemerintah berharap bahwa melalui kebijakan efisiensi ini, penggunaan APBN dapat lebih optimal dan memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat, khususnya kelompok rentan yang bergantung pada bantuan sosial.