Sleman – Guru Besar Ilmu Komunikasi Indonesia menyatakan kekhawatiran terhadap pernyataan Presiden Jokowi yang memungkinkan kampanye presiden, merasa bahwa hal tersebut dapat mengganggu stabilitas ruang publik.
“Kami melihat praktik komunikasi publik para pemimpin politik di musim pilpres cenderung keruh, tidak mendidik, dan memicu konflik sosial di ranah digital,” kata Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia, Prof Masduki menyampaikan pernyataan sikapnya secara daring, Rabu (7/2/2024).
Konflik Komunikasi dari Pernyataan Jokowi
Masduki mengatakan, pernyataan Jokowi itu menunjukkan konflik komunikasi. Sebab, tiadanya batasan deklaratif yang tegas antara Jokowi sebagai Kepala Negara dan Kepala Keluarga dari Cawapres Paslon 2.
Terjadi amplifikasi media nasional terhadap pernyataan ini. Selain itu, berbagai aktivitas politik kenegaraan yang menyertainya menyebabkan penumpukan sikap kritis publik dan memperkuat tendensi pembenaran atas politik dinasti.
Para guru besar juga menyoroti berbagai persoalan kebangsaan dan komunikasi, seperti menguatnya politik yang melibatkan media digital, pemakaian tentara digital, dan merebaknya disinformasi. Tak hanya itu, praktek manipulasi konten digital pun bertujuan melawan semangat demokrasi substansial.
“Yakni warga digital sebagai warga negara mengalami kekerasan sistemik, yang diorkestrasi baik oleh para pendengung, dan politisi di dalam dan di luar kekuasaan politik,” katanya.
Guru Besar Ilmu Komunikasi melihat terjadi kemunduran demokratisasi komunikasi, demokrasi digital dan politik elektoral sebagai keadaan yang saling terkait. Mereka mengimbau agar semua pihak menyelamatkan negara dari ambang otoriterisme ala Orde Baru.
“Lebih jauh, mendorong agar menggelorakan keprihatinan atas situasi politik secara umum yang mengarah pada otoriterisme, politik dinasti, yang merusak tatanan keadaban publik, dan studi komunikasi politik di perguruan tinggi di masa depan,” tambah Masduki.
Tuntutan Keteladanan untuk Jokowi
Guru Besar Ilmu Komunikasi Indonesia juga menuntut Jokowi untuk menunjukkan keteladanan sebagai Kepala Negara. Untuk ini perlunya sikap politik dan praktik komunikasi publik yang konsisten dan ajeg pada kaidah etika.
Mereka menuntut agar Jokowi mengkoreksi pernyataannya yang telah memicu kontroversi publik. Mereka juga menekankan pentingnya bekerja berdasarkan moralitas publik dan menjaga politik elektoral yang beretika dengan memprioritaskan kepentingan bangsa, bukan kepentingan pribadi, keluarga, atau golongan tertentu.
“Kami mengimbau agar semua pihak yang terlibat atau berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 mengedepankan kesadaran dan tanggung jawabnya. Demi menjunjung nilai-nilai demokrasi, etika dan hati nurani,” lanjutnya.
“Penyelenggara pemilu, harapannya partai politik maupun pemilih menghasilkan sikap, keputusan dan perilaku yang dapat menjaga keutuhan dan kelangsungan Indonesia. Demi bangsa yang demokratis, berdaulat dan bermartabat,” kata Masduki menutup.
