Jakarta – Dengan suasana penuh refleksi dan semangat persaudaraan, Menteri Agama RI Nasaruddin Umar resmi menutup perhelatan World Peace Forum (WPF) ke-9 di Jakarta pada Selasa (11/11/2025). Dalam pidatonya, Menag menyerukan pentingnya membangun kolaborasi global antara nilai-nilai Wasathiyah Islam dan kebijaksanaan Tionghoa sebagai fondasi dalam memperkuat perdamaian dunia yang berkelanjutan.
Menurut Nasaruddin Umar, konsep Wasathiyah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an memiliki makna mendalam tentang keseimbangan dan keadilan. Nilai ini, kata dia, sejalan dengan filosofi kebijaksanaan Tionghoa yang menekankan harmoni dan moderasi dalam kehidupan. “Sangat penting bagi kita hari ini untuk berbicara mengenai Wasathiyah Islam dan nilai-nilai Tionghoa dalam konteks kolaborasi global. Islam Wasathiyah adalah konsep dari Al-Qur’an, dan memiliki makna yang sangat mendalam,” ujar Nasaruddin.
Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa istilah Wasathiyah berasal dari struktur gramatika Arab (rubai) yang mencerminkan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. “Bagi saya, Islam Wasathiyah adalah dinul Islam, agama keseimbangan dan keadilan,” tuturnya, sembari menegaskan bahwa nilai tersebut menjadi penopang penting dalam menghadapi tantangan kemanusiaan modern.
Dalam forum yang dihadiri pemimpin agama, akademisi, serta tokoh perdamaian dari berbagai negara, Nasaruddin juga menyinggung hubungan historis antara Islam dan peradaban Tionghoa. Ia menilai, kedua peradaban besar itu telah lama berbagi semangat harmoni dan kedamaian. “Hubungan antara Islam dan Tiongkok telah terjalin sejak berabad-abad lalu. Kedua peradaban besar ini memiliki semangat yang sama dalam membangun keharmonisan, keseimbangan, dan kedamaian. Nilai-nilai ini penting untuk menjadi dasar kolaborasi global masa depan,” katanya.
Menag menegaskan bahwa posisi Tiongkok sangat strategis dalam peta spiritual dunia, mengingat banyak agama besar lahir dari kawasan timur. Karena itu, dialog lintas agama dari timur, menurutnya, menjadi kunci penting menjawab berbagai konflik global yang kerap bersumber dari perbedaan tafsir dan kepentingan ideologis.
“Tidak ada perang suci, yang ada hanyalah perdamaian suci. Konsep ini penting untuk terus kita suarakan agar generasi muda di masa depan tumbuh dengan semangat kasih dan kemanusiaan,” pungkas Menag, menekankan pentingnya mengganti narasi holy war menjadi holy peace.
Sebelum acara penutupan, Presiden Timor Leste Ramos Horta turut hadir di Hotel Sahid Jakarta untuk memberikan sambutan serta menerima Benevolence Award. Ia juga menghadiri Farewell Dinner WPF ke-9 yang digelar pada malam harinya di Balai Kota Jakarta bersama tuan rumah Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung.
Adapun World Peace Forum ke-9 tahun 2025 diselenggarakan oleh Center for Dialogue and Cooperation Among Civilizations (CDCC) bekerja sama dengan Cheng Ho Multicultural Education Trust (Malaysia), Muhammadiyah, dan Global Fulcrum of Wasatiyyat Islam (GFWI). Sejak pertama kali digelar pada 2006, WPF menjadi wadah lintas negara dan agama untuk membangun dialog serta mencari solusi damai terhadap berbagai konflik global.
