Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Curug Malela: Niagara Mini di Jantung Hutan Jawa Barat

Kyoto Kerek Tarif Wisata Demi Selamatkan Warisan Budaya

DPRD Kutim Desak Efisiensi Anggaran, Peringatkan Potensi Sanksi

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Jumat, 14 November 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

Pajak: Cermin Keberlanjutan atau Beban Tanpa Akhir?

Udex MundzirUdex Mundzir8 Desember 2024 Editorial
kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (.inet)
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Pajak adalah harga yang harus dibayar untuk hidup di negara beradab. Namun, bagi sebagian besar rakyat Indonesia, terutama kelas menengah dan bawah, pajak terasa lebih seperti beban ketimbang kontribusi. Isu terbaru, seperti rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai Januari 2025, memicu kekhawatiran publik. Tak sedikit yang merasa sistem perpajakan lebih memberatkan daripada mendukung.

Sejarah pajak di Indonesia menunjukkan bahwa sistem ini bukanlah hal baru. Mulai dari konsep yang dikenalkan Thomas Stamford Raffles pada 1811, hingga pajak era kolonial yang menguntungkan penguasa Hindia Belanda, rakyat pribumi selalu menjadi kontributor utama tanpa mendapat timbal balik memadai. Di era modern, meskipun pajak dijanjikan sebagai alat pemerataan kesejahteraan, kenyataannya rakyat sering merasa dibiarkan menanggung beban sendirian.

Faktanya, menurut data Kementerian Keuangan, pendapatan negara dari pajak terus meningkat setiap tahun. Pada 2023, penerimaan pajak mencapai Rp1.800 triliun, melampaui target. Namun, angka ini belum mencerminkan pengelolaan yang optimal bagi kesejahteraan rakyat. Jalan berlubang, layanan kesehatan terbatas, dan ketidaksetaraan pendidikan masih menjadi pemandangan umum di berbagai wilayah Indonesia.

Di sisi lain, terdapat persepsi bahwa sistem pajak di Indonesia lebih fokus pada pengumpulan daripada distribusi yang adil. Sebagai contoh, kebijakan PPN sering dianggap regresif. Artinya, masyarakat berpenghasilan rendah terkena dampak lebih besar karena sebagian besar pengeluaran mereka diarahkan pada barang kebutuhan pokok yang kini terkena pajak lebih tinggi.

Pendekatan pemerintah terhadap kebijakan pajak juga menuai kritik dari aspek politik dan sosial. Pemerintah beralasan kenaikan PPN dibutuhkan untuk menyeimbangkan anggaran negara. Namun, tanpa transparansi dalam pengelolaan dana publik, sulit bagi masyarakat untuk percaya bahwa kebijakan ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan bersama. Apalagi, kasus korupsi di sektor perpajakan, seperti yang melibatkan pejabat tinggi Direktorat Jenderal Pajak, semakin memperburuk kepercayaan publik.

Melihat situasi ini, apa yang sebenarnya dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem pajak? Pertama, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap rupiah dari pajak digunakan untuk program yang nyata dirasakan oleh masyarakat. Misalnya, peningkatan infrastruktur, layanan kesehatan, dan subsidi pendidikan.

Kedua, revisi kebijakan pajak diperlukan untuk mencerminkan prinsip keadilan. Penerapan pajak progresif yang lebih efektif, di mana mereka yang berpenghasilan tinggi membayar lebih banyak, dapat menjadi solusi. Selain itu, pajak yang dikenakan pada barang kebutuhan pokok harus diminimalkan atau bahkan dihapuskan untuk meringankan beban masyarakat berpenghasilan rendah.

Ketiga, edukasi publik tentang manfaat pajak perlu ditingkatkan. Kampanye yang menunjukkan bagaimana pajak digunakan untuk pembangunan nasional dapat membantu masyarakat memahami pentingnya berkontribusi. Hal ini juga bisa menjadi langkah untuk mengurangi penghindaran pajak, yang masih menjadi masalah besar di Indonesia.

Sebagai penutup, sistem pajak adalah alat penting untuk membangun negara yang berkeadilan dan berkelanjutan. Namun, agar pajak benar-benar menjadi sarana pemerataan, kebijakan yang transparan, adil, dan inklusif harus diterapkan. Jika tidak, pajak hanya akan menjadi luka lama yang terus terbuka di hati rakyat.

Kebijakan PPN Pajak Indonesia Sejarah pajak Indonesia Transparansi pajak
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticleAhli Gizi: Rp10 Ribu Bisa Buat Anak Makan Bergizi!
Next Article Bawaslu Jakarta Panggil Grace Natalie dan Cheryl Tanzil Terkait Pelanggaran Pilkada

Informasi lainnya

Menguji Gelar Pahlawan Soeharto

13 November 2025

Insentif MBG: Jangan Alihkan Beban

2 November 2025

Kehadiran Prabowo di Kongres Projo, Akan Menegaskan Dirinya “Termul”

1 November 2025

Sentralisasi Berkedok Nasionalisme

31 Oktober 2025

Siapa Kenyang dari Proyek Makan Bergizi?

27 Oktober 2025

Larangan Baju Bekas: Tegas Boleh, Serampangan Jangan

27 Oktober 2025
Paling Sering Dibaca

Tips dan Perlengkapan Mendaki Gunung Rinjani bagi Pemula

Travel Alfi Salamah

Pemblokiran Rekening Tanpa Akal

Editorial Udex Mundzir

Fenomena Langit 2025: Gerhana Bulan Total Hiasi Malam Indonesia

Techno Assyifa

Madinah Menjadi Tempat Percetakan Alquran Terbesar di Dunia

Islami Alfi Salamah

Nasaruddin Umar di Puncak Kepuasan Publik

Editorial Udex Mundzir
Berita Lainnya
Hukum
Alwi Ahmad20 September 2023

Antusias Siswa SMPN 3 Samarinda Ikuti Jaksa Masuk Sekolah

Fenomena Clipper, Profesi Baru yang Bikin Sarjana Geleng Kepala

Universitas Cipasung Tasikmalaya Cetak Guru Inovatif Lewat STEAM

Minat Masyarakat Positif, Okupansi Kereta Cepat Whoosh Stabil

APBD Kutim Turun Drastis, Pemkab Upayakan TPP ASN Tetap Aman

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.