Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Curug Malela: Niagara Mini di Jantung Hutan Jawa Barat

Kyoto Kerek Tarif Wisata Demi Selamatkan Warisan Budaya

DPRD Kutim Desak Efisiensi Anggaran, Peringatkan Potensi Sanksi

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Jumat, 14 November 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

Paradoks Pembangunan Desa

Desa itu ada menterinya, dananya makin besar, punya BUMdes, tapi pungutan ke warga desa makin menggila.
Udex MundzirUdex Mundzir15 November 2024 Editorial 5K Views
Desa Santanamekar, Kecamatan Cisayong, Tasikmalaya
Ilustrasi - Awas Pungli (.inet)
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Masyarakat desa kini dihadapkan pada ironi yang kian nyata. Mereka seharusnya menikmati pembangunan dari berbagai kebijakan seperti Dana Desa dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Namun justru dibebani dengan pungutan-pungutan tambahan yang menekan.

Fenomena ini mengejutkan dan mengundang pertanyaan serius tentang transparansi, akuntabilitas, serta etika pejabat desa. Sering kali, pungutan tambahan disisipkan di balik berbagai program atau layanan publik, yang sayangnya dilakukan tanpa persetujuan yang jelas dari masyarakat.

Pemberlakuan Dana Desa yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan infrastruktur di pedesaan sebenarnya memiliki potensi besar. Pada tahun 2023 saja, pemerintah mengalokasikan lebih dari Rp72 triliun untuk Dana Desa di seluruh Indonesia. Tujuan mulia ini terancam oleh lemahnya pengawasan, sehingga membuka celah bagi praktik-praktik korupsi dan pungutan liar yang memberatkan warga.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) sebagai pengawas seharusnya memberikan perhatian lebih pada implementasi program dan mengevaluasi kinerja pemerintah desa yang sering kali minim transparansi.

Fenomena pungutan liar ini mengungkapkan salah satu kelemahan mendasar dalam sistem pengawasan desa, terutama pada peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Lembaga ini yang seharusnya menjadi wakil rakyat dalam mengawasi transparansi dan akuntabilitas pemerintahan desa kini mulai kehilangan fungsinya.

BPD bukan lagi Badan Permusyawaratan Desa yang melakukan musyawarah untuk memastikan kepentingan rakyat. Kini, BPD seolah berubah menjadi “Badan Persetujuan Desa,” yang hanya menyetujui apapun yang ditandatangani oleh kepala desa, bahkan jika kebijakan tersebut membebani warga.

Bukannya melindungi warga, BPD malah terkesan membiarkan berbagai kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat kecil.

Di sisi lain, lemahnya edukasi dan kesadaran masyarakat desa tentang hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara semakin memperparah situasi ini. Ketika masyarakat merasa takut atau tidak memiliki akses informasi untuk memahami hak-hak mereka, mereka cenderung pasrah terhadap kebijakan yang merugikan, termasuk pungutan yang tak sesuai aturan.

Rendahnya partisipasi warga dalam forum musyawarah desa juga menjadi alasan utama mereka rentan dimanfaatkan oleh oknum pemerintah desa. Jika BPD tidak berfungsi, warga pun semakin kehilangan pengawas independen yang bisa memperjuangkan aspirasi mereka.

Praktik pungutan liar ini berdampak besar pada masyarakat. Ketidakpercayaan terhadap aparatur desa yang seharusnya mengayomi rakyat kini semakin besar, dan hal ini berpotensi menimbulkan perpecahan sosial di masyarakat desa.

Akibatnya, berbagai program pembangunan yang digulirkan pemerintah pusat atau daerah sulit berjalan lancar karena minimnya dukungan masyarakat yang merasa tertindas oleh kebijakan yang tidak adil dan tidak transparan.

Upaya untuk membenahi masalah ini membutuhkan langkah konkret dari berbagai pihak.

Pertama, pengawasan dan akuntabilitas pemerintah desa harus diperketat. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat harus melakukan audit secara berkala pada penggunaan Dana Desa dan memeriksa transparansi setiap pungutan yang diberlakukan.

Jika ditemukan pelanggaran, maka sanksi tegas perlu diterapkan guna memberikan efek jera.

Kedua, peran BPD harus difungsikan kembali sesuai dengan tugas utamanya sebagai pengawas pemerintahan desa dan sebagai wadah musyawarah rakyat. Peningkatan kapasitas dan independensi BPD perlu digalakkan, termasuk dengan edukasi dan pelatihan agar anggota BPD memahami fungsi dan kewenangan mereka.

Sudah saatnya anggota BPD memahami bahwa mereka adalah wakil dari kepentingan rakyat, bukan sekadar kepanjangan tangan kepala desa. Selain itu, forum musyawarah desa harus dilaksanakan secara rutin dan terbuka, memberikan ruang bagi warga untuk menyampaikan aspirasi dan mengawasi kinerja pemerintah desa secara langsung.

Ketiga, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat desa akan hak-hak mereka. Sosialisasi terkait pungutan resmi dan tidak resmi harus dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah, sehingga warga tidak mudah dipermainkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Dengan pemahaman yang lebih baik, masyarakat akan lebih berani mempertanyakan dan menolak pungutan liar yang memberatkan.

Pada akhirnya, mendorong integritas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan desa bukanlah perkara mudah, tetapi itu adalah langkah penting untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat, terutama mereka yang tinggal di pedesaan.

Desa adalah bagian integral dari negara, dan kesejahteraan warganya merupakan tanggung jawab bersama yang harus dipenuhi. Masyarakat desa memiliki hak untuk merasakan manfaat pembangunan tanpa tercekik oleh pungutan liar yang tidak berdasar.

Paradoks Dana Desa ini mencerminkan betapa kompleksnya perjuangan mewujudkan kesejahteraan di tingkat akar rumput. Sudah saatnya kebijakan yang pro-rakyat benar-benar berjalan dengan mekanisme pengawasan yang ketat dan perlindungan terhadap kepentingan masyarakat.

Memperbaiki kepercayaan warga desa kepada pemerintah tidak hanya sekadar tanggung jawab moral, tetapi juga pondasi bagi keberhasilan pembangunan yang adil dan merata.

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Dana Desa Desa Santanamekar Menteri Desa Pungli di Desa
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticleSugiyono Prioritaskan Penerangan Jalan Demi Keamanan Warga Samarinda
Next Article Penangguhan Tak Cukup, Jatam Desak UI Cabut Gelar Doktor Bahlil

Informasi lainnya

Menguji Gelar Pahlawan Soeharto

13 November 2025

Insentif MBG: Jangan Alihkan Beban

2 November 2025

Kehadiran Prabowo di Kongres Projo, Akan Menegaskan Dirinya “Termul”

1 November 2025

Sentralisasi Berkedok Nasionalisme

31 Oktober 2025

Siapa Kenyang dari Proyek Makan Bergizi?

27 Oktober 2025

Larangan Baju Bekas: Tegas Boleh, Serampangan Jangan

27 Oktober 2025
Paling Sering Dibaca

Abolisi Tak Sama Dengan Keadilan

Editorial Udex Mundzir

Harun Ar Rasyid: Al Qur’an dan Kuam Muslimin Ibarat Ikan dengan Air

Profil Dexpert Corp

BRImo: Solusi Keuangan untuk Kuliah di Luar Negeri

Bisnis Ericka

Bukan Vasektomi Solusinya

Editorial Udex Mundzir

Job Fair SMK Daarul Abroor Siap Digelar, Dibuka Ust. Hudaifah Aslam Mubarak

Happy Alfi Salamah
Berita Lainnya
Hukum
Alwi Ahmad20 September 2023

Antusias Siswa SMPN 3 Samarinda Ikuti Jaksa Masuk Sekolah

Fenomena Clipper, Profesi Baru yang Bikin Sarjana Geleng Kepala

Universitas Cipasung Tasikmalaya Cetak Guru Inovatif Lewat STEAM

Minat Masyarakat Positif, Okupansi Kereta Cepat Whoosh Stabil

APBD Kutim Turun Drastis, Pemkab Upayakan TPP ASN Tetap Aman

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.