Gaza – Jumlah jurnalis yang gugur di Jalur Gaza akibat agresi militer Israel terus meningkat tajam. Hingga Sabtu (23/8/2025), otoritas Palestina mencatat sebanyak 240 wartawan telah meninggal dunia, termasuk Khaled Mohammed Al-Madhoun, juru kamera Palestine TV yang menjadi korban terbaru.
Laporan terbaru ini mempertegas bahwa konflik Gaza saat ini menjadi perang paling mematikan bagi jurnalis dalam sejarah modern. Angka tersebut melampaui jumlah korban wartawan dalam Perang Dunia I dan II (68), Perang Vietnam (63), maupun Perang Afghanistan (127).
Sebelumnya, Al Jazeera pada 11 Agustus melaporkan empat stafnya tewas, termasuk reporter Anas Al-Sharif, setelah tenda jurnalis di dekat sebuah rumah sakit di Kota Gaza dihantam serangan Israel. Militer Israel (IDF) mengklaim serangan itu ditujukan karena Al-Sharif dianggap bekerja untuk Hamas. Belakangan, Al Jazeera memperbarui data korban menjadi lima stafnya.
Tahsin al-Astal, wakil ketua Serikat Jurnalis Palestina, menyebut jumlah korban wartawan bertambah menjadi enam orang dari insiden tersebut. “Ini adalah tragedi yang menargetkan kebenaran,” katanya kepada RIA Novosti.
Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina (ARI-BP) menilai pembunuhan jurnalis di Gaza merupakan upaya Israel membungkam suara kebenaran. Ketua Komite Pelaksana ARI-BP, Zaitun Rasmin, menyebut tindakan itu sebagai kejahatan kemanusiaan. “Ini menunjukkan mereka bukan saja membunuh manusia, tapi ingin membungkam kebenaran. Mereka tidak mau ada suara lain selain narasi mereka,” ujarnya.
Konflik di Gaza pecah sejak 7 Oktober 2023 ketika Hamas melancarkan serangan roket besar-besaran ke wilayah Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera lebih dari 200 lainnya. Sebagai respons, Israel melancarkan Operasi Pedang Besi dengan membombardir Gaza, memberlakukan blokade penuh, dan menghentikan suplai kebutuhan pokok seperti air, listrik, dan obat-obatan.
Sejak saat itu, serangan militer Israel telah menewaskan lebih dari 61.000 warga Palestina dan sekitar 1.500 warga Israel. Eskalasi konflik bahkan meluas ke Lebanon, Yaman, serta memicu saling serang rudal antara Israel dan Iran.
Dengan jumlah korban jurnalis yang terus meningkat, Gaza kini tercatat sebagai zona konflik paling berbahaya bagi pers, sekaligus menimbulkan pertanyaan besar mengenai perlindungan terhadap pekerja media di tengah perang.
