Jakarta – Gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,3 mengguncang Vanuatu pada Selasa siang, menyebabkan kehancuran besar di ibu kota Port Vila. Survei Geologi Amerika Serikat (AS) melaporkan bahwa gempa terjadi pada kedalaman 57 kilometer, sekitar 30 kilometer dari pantai Efate, pulau utama Vanuatu.
Bencana ini memicu tsunami dengan gelombang setinggi satu meter di beberapa garis pantai Vanuatu. Gelombang kecil juga terdeteksi di negara-negara tetangga seperti Fiji, Kiribati, Kaledonia Baru, Kepulauan Solomon, dan Tuvalu.
Gedung-gedung, termasuk yang digunakan oleh kedutaan asing, rata dengan tanah. Michael Thompson, seorang warga Port Vila, menggambarkan situasi mencekam dengan mayat yang berserakan di jalan. “Ada orang-orang di dalam gedung itu, dan saat kami berjalan, ada mayat-mayat terlihat,” ujarnya kepada AFP melalui telepon satelit.
Pemerintah Vanuatu melaporkan bahwa bencana tersebut menewaskan 14 orang, sementara 200 lainnya mengalami luka-luka dan sedang dirawat di rumah sakit. Dua jembatan dilaporkan roboh, rumah sakit mengalami kerusakan, dan gangguan komunikasi membuat situasi semakin sulit.
Kementerian Luar Negeri RI mencatat ada 48 WNI di Vanuatu yang terdiri dari 47 anak buah kapal (ABK) dan satu WNI yang menikah dengan warga negara asing. Namun, komunikasi dengan mereka belum dapat dilakukan akibat lumpuhnya jaringan telekomunikasi di Port Vila.
“Kontak dengan para WNI masih belum dapat dijangkau. Ini disebabkan jaringan komunikasi yang lumpuh,” ujar Direktur Informasi dan Media Kemenlu, Hartyo Harkomoyo.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa gempa di Vanuatu tidak berdampak pada wilayah Indonesia. Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan gempa tersebut dipicu aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Pasifik.
“Gempa ini memiliki mekanisme pergerakan naik dengan kombinasi mendatar pada Palung Vanuatu. Namun, hasil analisis BMKG memastikan tidak ada potensi tsunami di wilayah Indonesia,” tegas Daryono.
Upaya tanggap darurat terus dilakukan, sementara pihak berwenang bersama mitra kemanusiaan berusaha menangani tantangan akses dan komunikasi di wilayah terdampak.
