Konflik Israel–Iran kini bukan soal rivalitas regional. Ini adalah penentu arah baru di kawasan, yang berdampak langsung ke kepentingan global—termasuk Indonesia.
Semula, konflik ini dipandang sebagai lanjutan sengketa Palestina. Namun kini eskalasinya membawa implikasi strategis yang jauh lebih luas. Perang balasan langsung, serangan siber, hingga ancaman nuklir, mengubah dinamika global dan memaksa negara-negara Asia merenungkan kembali posisi mereka.
Bagi Indonesia, negara dengan penduduk Muslim terbesar, perang ini membawa tantangan moral sekaligus strategis. Kami dipanggil untuk membela prinsip kemanusiaan—bukan mendukung salah satu pihak. Solidaritas terhadap rakyat Palestina harus dipertahankan, tetapi tidak dengan memperdalam konfrontasi yang menjurus perang global.
Indonesia juga memiliki peran diplomatik yang signifikan. Sebagai anggota G20 dan negara pemimpin negara berkembang, kita bisa memediasi pembicaraan damai. Negara seperti Turki sudah tampil; Indonesia pun bisa mengambil posisi lebih proaktif, tanpa kehilangan netralitas.
Kebijakan luar negeri bebas aktif yang dijalankan sejak Orde Lama kini diuji dalam kondisi ekstrim. Indonesia harus mampu mengombinasikan pendekatan diplomasi dengan tekanan moral dan bantuan kemanusiaan. Jalur lintas multilateral seperti OKI dan ASEAN bisa digunakan untuk menyerukan penghentian kekerasan dan memperkuat akses kemanusiaan.
Dampak ekonomi juga nyata: harga minyak melonjak akibat gangguan pasokan dari Teluk. Indonesia yang masih mengimpor energi akan merasakan kenaikannya. Inflasi pangan dan energi akan semakin membebani anggaran rumah tangga, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Pemerintah harus mengambil langkah antisipatif, seperti menyiapkan pasokan nasional dan subsidi tepat sasaran.
Secara geopolitik, konflik ini juga membuka peluang bagi negara-negara seperti China dan Rusia untuk memperkuat pengaruhnya di Asia Barat. Amerika Serikat tampak enggan terlibat langsung, membuka celah strategis bagi kekuatan global lain. Indonesia harus bersiap menghadapi peta aliansi baru yang tumbuh dari krisis ini.
Dalam konteks ini, isu keamanan maritim menjadi penting. Jalur perdagangan dari dan ke Timur Tengah melintas Selat Malaka dan Laut Jawa. Eskalasi konflik meningkatkan risiko serangan terhadap kapal niaga. Pemerintah perlu meningkatkan keamanan pelayaran, memperkuat kerja sama perikanan militer dengan negara tetangga, dan mengikuti protokol deteksi dini terhadap ancaman rudal atau sabotase.
Indonesia juga punya tanggung jawab dalam melawan narasi perang. Di era media sosial, opini publik mudah terpolarisasi. Indonesia harus memproduksi narasi damai, berdasarkan fakta dan kemanusiaan, bukan retorika permusuhan. Duta Besar RI di PBB dan media resmi harus lebih agresif mengkampanyekan gencatan senjata dan akses kemanusiaan.
Langkah nyata bisa berupa penyediaan tim medis, bantuan pangan dan air bersih ke Jalur Gaza atau wilayah sipil Iran, lewat lembaga seperti Muhammadiyah, NU, atau Palang Merah Indonesia, serta badan kemanusiaan internasional. Ini akan menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya berargumen di meja diplomasi, tapi juga bergerak di lapangan.
Indonesia juga memiliki peluang untuk menjadi jembatan dialog lintas agama dan budaya. Dengan mendorong forum dialog antara ulama, cendekiawan, dan tokoh masyarakat dari berbagai negara, kita dapat menurunkan ketegangan sektarian dan memperkuat perdamaian regional.
Menghindari perang terbuka adalah kepentingan nasional. Karena konflik ini bukan hanya tantangan di Timur Tengah, tetapi juga soal keamanan energi, stabilitas ekonomi, dan moral internasional. Sebaliknya, jika Indonesia tetap pasif, kita berisiko kehilangan peran strategis dalam arsitektur dunia baru pasca-Perang Teluk.
Indonesia kini di persimpangan geopolitik. Pilihan politik luar negeri kita akan menentukan posisi negara—apakah hanya jadi penonton atau justru menjadi arsitek perdamaian.
Jika kita memilih perdamaian, negara bangsa ini bisa menjadi contoh konstruktif dalam diplomasi global. Saatnya Indonesia bergerak—dengan bijak dan berdaya—demi stabilitas dan arah baru kawasan Asia yang lebih damai.