Jenewa – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi mengumumkan bahwa Jalur Gaza kini menghadapi bencana kelaparan. Pengumuman ini menandai pertama kalinya dalam sejarah kawasan Timur Tengah tercatat mengalami krisis kelaparan dengan status resmi.
Menurut laporan lembaga pemantau pangan, Integrated Food Security Phase Classification (IPC), lebih dari 500 ribu warga Gaza kini berada dalam kondisi kelaparan yang dikategorikan “katastropik”. Angka ini diperkirakan meningkat menjadi 641 ribu orang, atau hampir sepertiga populasi Gaza, pada akhir September mendatang.
“Setelah 22 bulan konflik tanpa henti, lebih dari setengah juta orang di Jalur Gaza menghadapi kondisi bencana yang ditandai kelaparan, kemiskinan, dan kematian,” tulis IPC dalam laporannya, dikutip AFP pada Jumat (22/8/2025).
Kepala Bantuan PBB, Tom Fletcher, menegaskan bahwa krisis ini sebenarnya bisa dicegah apabila distribusi bantuan berjalan tanpa hambatan. “Ini adalah kelaparan yang seharusnya bisa kita cegah jika kita diizinkan. Namun, makanan menumpuk di perbatasan karena hambatan sistematis oleh Israel,” ujarnya dalam konferensi pers di Jenewa, Swiss.
Pernyataan tersebut langsung ditolak oleh pemerintah Israel. Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan, “Tidak ada bencana kelaparan di Gaza,” sambil menuduh laporan IPC sebagai propaganda yang bersumber dari Hamas.
IPC mencatat bahwa runtuhnya sistem pangan lokal menjadi penyebab utama krisis. Sebanyak 98 persen lahan pertanian di Gaza hancur, hewan ternak musnah, dan aktivitas perikanan dilarang. Selain itu, fasilitas kesehatan lumpuh dan akses air bersih sangat terbatas, memperparah kondisi masyarakat sipil.
Organisasi itu juga memperingatkan bahwa krisis pangan akan meluas ke wilayah Deir el-Balah dan Khan Younis pada akhir September, sehingga mencakup sekitar dua pertiga wilayah Gaza.
PBB sudah beberapa bulan terakhir memperingatkan kondisi kemanusiaan di Gaza yang semakin memburuk. Situasi diperparah ketika Israel sempat menghentikan masuknya bantuan pada Maret 2025, sebelum kemudian mengizinkan distribusi terbatas pada akhir Mei.
Sebagai latar belakang, konflik di Gaza bermula setelah serangan Hamas ke Israel pada Oktober 2023 yang menewaskan 1.219 orang. Israel kemudian melancarkan operasi militer balasan yang hingga kini menewaskan sedikitnya 62.192 warga Palestina, sebagian besar adalah warga sipil.
Krisis kemanusiaan ini menunjukkan bahwa situasi di Gaza tidak hanya sebatas konflik bersenjata, tetapi juga melibatkan runtuhnya infrastruktur vital yang berdampak langsung pada kelangsungan hidup masyarakat.