Washington D.C. – Pengumuman tersebut disampaikan Trump melalui platform media sosial Truth Social pada Selasa (14/10/2025), hanya sehari setelah keberhasilan tahap pertama yang mencakup pembebasan 20 sandera Israel. Proses tersebut difasilitasi oleh empat mediator internasional: Amerika Serikat, Turki, Qatar, dan Mesir.
“Seluruh dua puluh sandera telah kembali, dan perasaan adalah sebaik yang diharapkan,” tulis Trump. Namun ia menegaskan, misi belum berakhir. “Sebuah beban besar telah terangkat, tetapi pekerjaan belum selesai. Mereka yang tewas belum dipulangkan, seperti yang dijanjikan! Fase Dua dimulai sekarang juga!!!” tambahnya dalam unggahan yang menekankan komitmen pemulangan jasad sandera yang gugur.
Fase pertama kesepakatan itu berjalan dalam ketegangan tinggi, melibatkan pertukaran sandera-tahanan antara Hamas dan Israel. Selain pembebasan 20 sandera Israel yang selamat, ratusan tahanan Palestina juga dibebaskan dari berbagai penjara, termasuk Penjara Ofer dan fasilitas di Gurun Negev. Langkah ini menjadi sinyal awal dari diplomasi baru yang diupayakan pemerintahan Trump untuk menstabilkan kawasan.
Sebelumnya, Trump menggelar pertemuan dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi di kota resor Sharm el-Sheikh pada Senin (13/10/2025). Pertemuan tersebut membahas dukungan internasional terhadap peta jalan perdamaian yang dirancang Washington untuk Gaza.
Menurut sumber diplomatik di Gedung Putih, fase kedua akan jauh lebih kompleks dibandingkan tahap awal. Tiga agenda utama menjadi fokus: pembentukan mekanisme pemerintahan baru di Gaza, pembentukan pasukan multinasional untuk menjaga stabilitas, dan pelucutan senjata Hamas. Langkah ini dinilai sebagai upaya untuk memastikan Gaza tidak lagi menjadi titik konflik berkepanjangan di Timur Tengah.
“Tujuan Amerika Serikat adalah menciptakan kondisi yang memungkinkan Gaza dikelola secara stabil dan damai, di bawah pengawasan internasional,” ujar salah satu pejabat senior AS yang enggan disebutkan namanya, dikutip dari laporan resmi Departemen Luar Negeri.
Namun, para analis memperingatkan bahwa fase kedua ini dapat menimbulkan perdebatan luas. Upaya pelucutan senjata Hamas diperkirakan menjadi isu paling sensitif, mengingat kelompok itu masih memiliki kendali besar di lapangan dan dukungan dari sebagian masyarakat Gaza.
Langkah menuju gencatan senjata ini dilatarbelakangi oleh krisis kemanusiaan yang telah berlangsung selama dua tahun terakhir. Sejak serangan Israel pada Oktober 2023, lebih dari 67.000 warga Palestina tewas, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Kondisi tersebut memicu desakan global untuk segera menghentikan kekerasan dan mencari solusi permanen.
Dengan dimulainya fase kedua, fokus perundingan kini bergeser dari sekadar penghentian tembak-menembak menuju restrukturisasi politik dan keamanan jangka panjang. Meski tantangan masih besar, pemerintahan Trump menilai langkah ini sebagai titik awal menuju perdamaian yang lebih berkelanjutan bagi Gaza dan kawasan sekitarnya.