Mataram – Riak dugaan tenaga honorer bodong di lingkup Pemkot Mataram kian menguat, bak bongkahan es yang pelan-pelan terbuka di permukaan. Ratusan pegawai non-Aparatur Sipil Negara (ASN) disebut tidak tercatat dalam data resmi Badan Kepegawaian Negara (BKN), sementara pemerintah kota masih berhitung sebelum menjatuhkan keputusan yang bisa mengubah nasib mereka.
Wali Kota Mataram Mohan Roliskana menyampaikan bahwa pihaknya sampai kini masih menunggu laporan lengkap Inspektorat terkait dugaan tenaga honorer bodong tersebut. Dari penelusuran awal, terdapat 655 tenaga honorer di lingkungan Pemkot Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang tidak masuk dalam data base BKN. Investigasi internal telah berjalan sekitar dua pekan sejak laporan indikasi pengangkatan honorer yang diduga tidak sesuai prosedur diterima pemerintah kota.
“Sejauh ini, kami belum terima hasil investigasi Inspektorat berkaitan dengan tenaga honorer tersebut. Jadi kami belum bisa keluarkan kebijakan apa pun,” katanya, seperti dari Antara, Rabu (19/11/2025).
Mohan menjelaskan, 655 tenaga honorer yang tidak terdata di BKN itu sedang dicek satu per satu oleh Inspektorat, mulai dari proses awal pengangkatan hingga kelengkapan administrasi. Pemerintah daerah ingin memastikan apakah mereka direkrut sesuai ketentuan atau justru menyimpang dari regulasi yang berlaku.
“Inspektorat harus lebih detail sebab itu akan menyangkut nasib tenaga orang honorer ke depan,” katanya.
Ia menegaskan, apa pun langkah yang diambil nantinya akan mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan kebutuhan organisasi. Mohan masih berharap para tenaga honorer yang ada dapat tetap bekerja seperti biasa, selama mereka menunjukkan kinerja dan kedisiplinan yang baik dalam menjalankan tugas di masing-masing unit kerja.
“Tolok ukur yang paling mendasar kami pertimbangkan terkait kedisiplinan dan komitmen mereka terhadap pekerjaan,” katanya.
Namun, Mohan juga menegaskan tidak akan memberikan toleransi kepada honorer yang terbukti diangkat tanpa prosedur jelas dan tidak menunjukkan etos kerja yang baik. Menurutnya, Kota Mataram membutuhkan pegawai yang benar-benar aktif dan hadir, bukan sekadar nama di daftar gaji.
“Namun jika honorer yang pengangkatannya tidak sesuai ketentuan terbukti tergolong pemalas, keberadaannya bisa anulir karena Kota Mataram butuh pegawai yang rajin dan mau bekerja,” ujarnya.
“Kami tidak mau, mereka hanya terdaftar menjadi honorer dan terima gaji saja. Tapi tidak pernah bekerja,” katanya.
Sinyal serupa disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Mataram, H Lalu Alwan Basri. Ia mengakui indikasi pegawai non-ASN bodong sangat mungkin berkaitan dengan praktik titipan dari pejabat, kolega, atau pihak-pihak lain yang memiliki kedekatan tertentu.
“Indikasi pegawai non-ASN bodong tersebut kemungkinan atau bisa saja dari titipan pejabat, kolega, dan pihak-pihak lainnya,” ujarnya.
Meski demikian, Alwan menegaskan pemerintah kota tidak akan ragu mengambil langkah tegas jika hasil investigasi membuktikan adanya pengangkatan tenaga non-ASN yang tidak jelas dasar hukumnya maupun kinerjanya.
“Akan tetapi jika itu memang terbukti ada pegawai non-ASN tidak jelas pengangkatan dan kinerja, kami tentu bisa mengambil langkah tegas sesuai regulasi,” katanya.
Kasus dugaan honorer bodong di Mataram ini menambah deretan persoalan tata kelola kepegawaian di daerah, terutama menjelang penataan status tenaga non-ASN secara nasional. Pemerintah kota kini berada di persimpangan antara menjaga hak para pegawai dan menegakkan aturan agar sistem kepegawaian lebih tertib dan akuntabel.
Pada akhirnya, keputusan atas 655 honorer non-data base BKN tersebut akan menjadi ujian bagi komitmen Pemkot Mataram dalam membersihkan praktik titipan sekaligus melindungi tenaga honorer yang benar-benar bekerja dan dibutuhkan untuk pelayanan publik.
