Lima – Drama hukum membelit mantan Presiden Peru, Ollanta Humala, dan istrinya, Nadine Heredia. Di tengah keputusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara bagi keduanya atas kasus pencucian uang, sang istri memilih “kabur” ke Brasil sebelum tangan hukum menyentuhnya.
Pada Rabu (16/4/2025), Pengadilan di Lima menyatakan Humala bersalah menerima dana ilegal senilai jutaan dolar dari perusahaan konstruksi Brasil, Odebrecht, dan mantan Presiden Venezuela Hugo Chavez untuk dua kampanye pilpresnya pada 2006 dan 2011. Putusan ini sekaligus menempatkannya di Penjara Barbadillo bersama dua mantan presiden Peru lainnya.
“Ini vonis yang berat, tapi kami tetap berkeyakinan bahwa Humala hanya korban politik,” kata Wilfredo Pedraza, pengacara Humala, menanggapi putusan tersebut.
Berbeda dengan suaminya, Heredia memilih jalur pelarian. Ia memasuki Kedutaan Besar Brasil di Lima bersama anaknya sebelum surat penangkapan dikeluarkan.
Ia meminta suaka dan pada Rabu (16/4/2025), Kementerian Luar Negeri Brasil mengonfirmasi keberadaannya di Brasilia, dengan tujuan akhir Sao Paulo.
“Pemerintah Peru akan menghormati Konvensi Suaka 1954,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Peru, mengonfirmasi pemberian izin aman kepada Heredia.
Pasangan Humala dan Heredia dituduh menerima dana USD 3 juta dari Odebrecht dan USD 200.000 dari Chavez untuk membiayai kampanye politik. Namun, mereka bersikukuh bahwa ini adalah bentuk persekusi politik yang ditujukan untuk menjatuhkan kredibilitas.
Kisah Ollanta Humala dimulai dari medan tempur. Mantan perwira militer ini dikenal luas setelah memimpin pemberontakan terhadap Presiden Alberto Fujimori pada 2000.
Ia kemudian mencalonkan diri sebagai presiden dengan semangat revolusi Chavez pada 2006, namun kalah. Ia berhasil pada percobaan kedua di 2011 dengan pendekatan moderat meniru Lula da Silva.
Namun, kepopuleran Humala memudar karena konflik sosial dan kehilangan dukungan politik. Selepas masa jabatannya berakhir pada 2016, penyelidikan terhadap kasus Odebrecht mulai menjeratnya.
Hukuman terhadap Humala dan pelarian Heredia menambah panjang daftar presiden Peru yang jatuh karena skandal korupsi. Alejandro Toledo dihukum lebih dari 20 tahun, Alan Garcia memilih mengakhiri hidup, dan Pedro Pablo Kuczynski masih dalam penyelidikan.
Sementara rakyat Peru menyaksikan satu per satu pemimpinnya tumbang oleh skandal yang sama, sistem peradilan tetap bergulat antara membangun keadilan atau sekadar mencatat sejarah ironi kekuasaan.
