Jakarta – Babak baru dalam hubungan dagang Indonesia-Amerika Serikat dimulai dengan penetapan tarif baru sebesar 19 persen. Tarif ini akan efektif diberlakukan mulai 7 Agustus 2025, bersamaan dengan kebijakan serupa yang dikenakan terhadap 92 negara lain oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa tarif yang dikenakan pada Indonesia tergolong rendah dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara. Hanya Singapura yang mendapat tarif lebih ringan, yakni sebesar 10 persen.
“Sudah diumumkan, dan Indonesia termasuk negara yang selesai negosiasi. Berlaku 7 Agustus,” ujar Airlangga saat ditemui di Jakarta, Senin (4/8/2025).
Meski tarif tersebut meningkatkan tantangan ekspor, Airlangga menilai Indonesia masih memiliki daya saing kuat di pasar AS, terutama dibandingkan kompetitor utama seperti Thailand dan India. Beberapa komoditas strategis bahkan mendapat pengecualian tarif, termasuk konsentrat dan katoda tembaga.
“Copper concentrate dan copper cathode dikenakan nol persen. Ini bagian dari kesepakatan perdagangan strategis mineral dengan AS,” jelasnya.
Kebijakan tarif ini datang di tengah dinamika global yang makin kompetitif. Namun pemerintah tetap optimistis, karena sektor ekspor Indonesia memiliki keunggulan pada komoditas industri berbasis olahan mineral dan produk turunan lainnya.
Airlangga juga menyebutkan bahwa Indonesia akan terus menjaga posisi tawar dengan mengembangkan sektor hilirisasi industri dan memperluas kerja sama dagang ke kawasan lain. Strategi diversifikasi pasar dan peningkatan kualitas produk nasional dinilai krusial untuk menghadapi dampak tarif dagang ini.
Dalam waktu dekat, pemerintah juga akan mengkaji dampak tarif terhadap pelaku industri ekspor nasional dan menyiapkan insentif fiskal serta program dukungan agar produk Indonesia tetap kompetitif di pasar global.