Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang tunai senilai USD1,6 juta atau sekitar Rp26,26 miliar dalam penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Selain uang, penyidik juga mengamankan empat unit kendaraan roda empat dan lima bidang tanah serta bangunan yang diduga terkait aliran dana hasil tindak pidana korupsi tersebut.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan penyitaan dilakukan terhadap beberapa pihak, namun belum merinci identitas pemilik aset. Menurutnya, pendalaman masih berlangsung untuk menelusuri asal-usul dan distribusi dana yang diduga berasal dari praktik jual beli kuota tambahan haji.
“Penyitaan kepada beberapa pihak terkait, sejumlah uang dengan total USD 1,6 juta, empat unit kendaraan roda empat, serta lima bidang tanah dan bangunan,” ujar Budi dalam keterangan tertulis, Selasa (2/9/2025).
Ia menegaskan, langkah penyitaan ini merupakan bagian dari strategi asset recovery atau pemulihan kerugian keuangan negara. Nilai kerugian yang ditaksir akibat praktik jual beli kuota haji ini mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Kasus ini resmi naik ke tahap penyidikan pada Jumat (8/8/2025) setelah KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum. Namun, hingga kini penyidik belum mengumumkan tersangka.
Tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jamaah diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia pada 2023 setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi. Berdasarkan SK Menteri Agama tertanggal 15 Januari 2024, kuota tambahan itu dibagi rata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Dari kuota haji khusus, sebanyak 9.222 dialokasikan untuk jamaah dan 778 untuk petugas, dengan pengelolaan diserahkan kepada biro travel swasta. Namun, penyelidikan KPK menemukan adanya praktik jual beli kuota dengan setoran perusahaan travel ke oknum Kemenag yang berkisar antara USD2.600–7.000 per kuota, atau sekitar Rp41,9 juta hingga Rp113 juta.
Sementara itu, 10.000 kuota reguler didistribusikan ke 34 provinsi dan dikelola langsung oleh Kemenag. Jawa Timur menerima kuota terbanyak dengan 2.118 jamaah, diikuti Jawa Tengah 1.682, dan Jawa Barat 1.478.
Skema pembagian tersebut diduga menyalahi Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur komposisi 92 persen kuota reguler dan 8 persen kuota khusus. Perubahan komposisi dianggap merugikan negara karena sebagian dana haji dialihkan ke pihak swasta melalui travel.
Dengan temuan ini, KPK berfokus pada dua hal: memastikan kerugian negara dapat dipulihkan melalui penyitaan aset dan menetapkan pihak yang bertanggung jawab dalam kasus tersebut. Penetapan tersangka diperkirakan menjadi langkah berikutnya setelah proses pendalaman aliran dana selesai.