Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Lepaskan Ketegangan, Raih Kedamaian

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Kamis, 23 Oktober 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

Politik Sengketa, Demokrasi yang Tercederai

Ketika pemilu lebih sering berakhir di ruang sidang, kepercayaan publik terhadap demokrasi kian rapuh.
Udex MundzirUdex Mundzir6 Februari 2025 Editorial
Sengketa Pilgub Kaltim dan Demokrasi Indonesia
Sengketa Pilgub Kaltim dan Demokrasi Indonesia (.inet)
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Drama politik di Kalimantan Timur akhirnya berakhir di Mahkamah Konstitusi. Gugatan sengketa Pilgub yang diajukan Isran-Hadi resmi ditolak. Dengan dalil yang tidak cukup bukti, tuduhan politik uang dan borong partai kandas di meja hakim. Namun, apakah ini sekadar sengketa pemilu biasa, atau ada problem yang lebih dalam dalam demokrasi kita?

Dalam sistem pemilu yang sehat, kompetisi politik seharusnya berakhir ketika suara rakyat telah dihitung. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Tren membawa hasil pemilu ke ranah hukum semakin menguat, menjadikan pengadilan sebagai arena pertarungan politik yang baru. Ini bukan pertama kalinya sengketa pilkada berakhir di Mahkamah Konstitusi dengan hasil serupa: gugatan ditolak karena bukti tidak cukup.

Fenomena ini menunjukkan dua hal. Pertama, ketidakpercayaan yang semakin besar terhadap integritas proses pemilu. Kedua, kecenderungan elite politik yang lebih memilih jalur hukum untuk mempertahankan kekuasaan daripada melakukan evaluasi dan konsolidasi politik yang lebih demokratis.

Tuduhan politik uang dalam Pilgub Kaltim bukan perkara kecil. Jika benar terjadi, maka ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip pemilu yang jujur dan adil. Namun, tanpa bukti yang kuat, tuduhan semacam ini justru menjadi bumerang. Ini menandakan bahwa sistem pengawasan pemilu di Indonesia masih lemah. Jika praktik politik uang memang marak, mengapa sulit dibuktikan? Apakah ini karena kurangnya mekanisme pengawasan yang ketat, atau karena ada ketidaksiapan dalam mengumpulkan bukti yang valid?

Di sisi lain, klaim tentang politik borong partai juga mengungkap masalah lain dalam demokrasi kita: semakin sempitnya pilihan politik bagi rakyat. Ketika satu pasangan calon menguasai hampir seluruh dukungan partai, kompetisi menjadi tidak seimbang. Hal ini membuat pemilu tampak seperti formalitas belaka, di mana pemenangnya seakan sudah ditentukan sejak awal. Namun, apakah ini pelanggaran hukum? Tidak. Politik borong partai mungkin tidak etis, tetapi selama tidak ada aturan yang dilanggar, ini tetap sah secara hukum.

Selisih suara yang cukup besar antara Isran-Hadi dan Rudy-Seno—mencapai 11,3 persen atau sekitar 26.862 suara—juga memperlihatkan realitas lain: sulitnya membuktikan bahwa ada kecurangan yang benar-benar mampu mengubah hasil akhir pemilu. Di sinilah letak tantangan besar bagi sistem pemilu kita. Jika benar ada pelanggaran, mengapa tidak terlihat dalam angka? Apakah karena sistem yang sudah cukup transparan, atau justru karena metode kecurangan sudah semakin canggih dan sulit dideteksi?

Lebih jauh, ada satu ironi yang perlu disoroti: gugatan terkait politik uang hampir selalu datang dari pihak yang kalah. Ini membuka kemungkinan bahwa mereka yang menggugat juga melakukan praktik yang sama. Politik uang adalah praktik yang telah mengakar dalam demokrasi elektoral di Indonesia, dan sulit dipercaya bahwa hanya satu pihak saja yang bermain curang. Jika pemilu kita masih beroperasi dalam sistem yang memungkinkan jual beli suara, maka aktor politik dari berbagai kubu pun kemungkinan besar terlibat dalam praktik serupa.

Dengan kata lain, gugatan ini bukan hanya tentang menegakkan keadilan, tetapi juga tentang strategi politik. Sengketa pemilu sering kali digunakan bukan untuk benar-benar membuktikan kecurangan, tetapi sebagai alat untuk menggoyang legitimasi pemenang. Ini adalah bagian dari strategi politik untuk tetap berada di dalam pusaran kekuasaan, bahkan setelah hasil pemilu diumumkan.

Masalahnya, strategi ini justru semakin merusak kepercayaan publik terhadap demokrasi. Jika setiap pemilu selalu diwarnai dengan sengketa yang tidak berdasar, maka publik akan semakin skeptis terhadap proses pemilu itu sendiri. Pada akhirnya, yang akan terjadi adalah apatisme politik: masyarakat menjadi enggan berpartisipasi karena merasa suara mereka tidak benar-benar menentukan hasil akhir.

Indonesia membutuhkan reformasi pemilu yang lebih kuat. Pengawasan terhadap politik uang harus diperketat, tidak hanya dengan menerima laporan, tetapi dengan proaktif melakukan investigasi berbasis teknologi dan data yang lebih transparan. Bawaslu dan aparat penegak hukum harus lebih agresif dalam mengawasi proses sebelum, selama, dan setelah pemilu.

Selain itu, perlu ada revisi regulasi mengenai dominasi partai politik dalam pencalonan kepala daerah. Jika tidak ada batasan yang jelas, maka pemilu akan semakin menjadi arena bagi oligarki politik yang mengunci akses bagi kandidat alternatif.

Pada akhirnya, demokrasi bukan hanya tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah. Demokrasi adalah tentang kepercayaan bahwa prosesnya adil, transparan, dan benar-benar mencerminkan kehendak rakyat. Sengketa Pilgub Kaltim telah berakhir, tetapi pertanyaan tentang masa depan demokrasi kita masih belum terjawab.

Demokrasi Indonesia Mahkamah Konstitusi Pilgub Kaltim Politik Uang Sengketa Pemilu
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticleNasaruddin Umar di Puncak Kepuasan Publik
Next Article Sepertinya Prabowo Tak Akan Berani Pecat Bahlil

Informasi lainnya

Waspadai, Purbaya Anak Buah Luhut

9 September 2025

Bersih-Bersih Kabinet Prabowo Dimulai

9 September 2025

Orde Baru Jauh Lebih Baik

8 September 2025

Jokowi, Mengapa Masih Ikut Campur?

4 September 2025

Mengakhiri Bayang Jokowi

4 September 2025

Selamat Tinggal Agustus Kelabu: Tinggalkan Joget-joget di Istana

1 September 2025
Paling Sering Dibaca

Menembus Gelap

Travel Udex Mundzir

Kenapa Gen Z Cepat Bosan Ngobrol Langsung?

Daily Tips Lina Marlina

Peraturan Wajib Diketahui Sebelum Kunjungi IKN

Daily Tips Udex Mundzir

Bahaya Riba dalam Islam dan Cara Menghindarinya

Islami Ericka

Tips Manajemen Waktu Agar Lebih Produktif

Daily Tips Ericka
Berita Lainnya
Kesehatan
Alfi Salamah23 Oktober 2025

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Kasus Radiasi Cikande Masuk Tahap Penyidikan, PT PMT Dianggap Lalai

Trump Resmikan Fase Dua Kesepakatan Gencatan Gaza

Menkeu Purbaya Pertimbangkan Pemangkasan PPN Tahun 2026

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.