Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian Pasal 55 ayat (1) huruf l UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD). Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa layanan mandi uap/spa merupakan bagian dari jasa pelayanan kesehatan tradisional, bukan jasa hiburan seperti diskotek atau karaoke.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa pengkategorian spa sebagai hiburan selama ini menciptakan stigma negatif terhadap pelaku usaha dan pengguna layanan. “Frasa ‘dan mandi uap/spa’ dalam norma Pasal 55 ayat (1) huruf l UU HKPD bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagai bagian dari jasa pelayanan kesehatan tradisional,” ujarnya dalam sidang, Jumat (3/1/2025).
Putusan ini memperkuat posisi spa dalam sistem kesehatan nasional yang diatur dalam UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, UU Nomor 17 Tahun 2023, serta berbagai peraturan pelaksana seperti PP Nomor 103 Tahun 2014 dan PP Nomor 28 Tahun 2024.
“Pelayanan kesehatan tradisional, termasuk spa, mencakup aspek promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif. Ini menjadi bukti pentingnya layanan ini dalam menjaga kesehatan masyarakat,” tambah Arief.
Selain manfaat kesehatan, layanan spa juga memiliki peran besar dalam pariwisata Indonesia. Pengakuan ini menjadi peluang untuk mempromosikan kearifan lokal seperti boreh Bali, lulur Jawa, dan terapi tradisional lainnya.
Ketua Asosiasi Spa Indonesia, Rina Aryati, menyatakan bahwa putusan ini memberikan kejelasan hukum dan perlindungan bagi pelaku usaha. “Ini adalah langkah maju untuk industri spa nasional yang memiliki potensi besar menarik wisatawan mancanegara,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Pariwisata, layanan spa menjadi salah satu alasan kunjungan wisatawan asing ke Indonesia, dengan kontribusi ekonomi mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah daerah diharapkan menyesuaikan regulasi perpajakan dan perizinan terkait layanan spa. Perubahan ini diperlukan agar layanan spa tidak lagi dikenai pajak hiburan, tetapi masuk dalam kategori layanan kesehatan.
“Penyesuaian ini penting agar tidak ada lagi kebingungan terkait status layanan spa,” ujar Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Siti Rahmawati.
Dengan keputusan ini, diharapkan masyarakat semakin mengenal manfaat spa sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan holistik. Selain itu, industri spa diharapkan menjadi sektor unggulan yang berkontribusi pada pemulihan ekonomi pasca-pandemi.
