Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Lepaskan Ketegangan, Raih Kedamaian

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Jumat, 24 Oktober 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

Rupiah Terjun Bebas, Ekonomi ke Mana?

Ketika nilai tukar nyaris tembus Rp20.000 per dolar, dan pemerintah sibuk dengan kosmetik politik, rakyat dibiarkan menanggung beban tanpa kepastian.
Udex MundzirUdex Mundzir24 Maret 2025 Editorial
Pelemahan nilai tukar rupiah dan krisis ekonomi Indonesia
Ilustrasi pelemahan nilai tukar rupiah dan krisis ekonomi Indonesia (.inet)
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Nilai tukar rupiah terus melemah. Pada penutupan pekan lalu, rupiah spot ditutup di angka Rp16.502 per dolar AS. Di kurs JISDOR Bank Indonesia, nilainya hanya terpaut satu poin: Rp16.501.

Namun, angka ini bukanlah yang paling mengkhawatirkan.

Analis memprediksi pelemahan bisa berlanjut hingga tembus Rp17.000 hingga Rp18.000 per dolar. Bahkan, angka psikologis Rp20.000 bukan lagi mustahil jika kondisi tak segera dibenahi.

Ancaman ini bukan sekadar spekulasi.

Lukman Leong dari Doo Financial Futures mengatakan, secara fundamental, posisi rupiah saat ini sangat rentan. Terutama karena ekonomi domestik belum pulih dan tekanan eksternal terus meningkat.

Bank Indonesia memang berupaya menahan pelemahan dengan intervensi pasar. Mereka juga mengandalkan cadangan devisa dari aturan baru DHE (Devisa Hasil Ekspor). Tapi intervensi ini sifatnya jangka pendek.

Fundamental ekonomi tak bisa dilapisi kosmetik terus-menerus.

Direktur CELIOS, Bhima Yudhistira, menyebutkan beberapa akar persoalan.

Pertama, lemahnya daya beli masyarakat.

Indikatornya jelas: impor barang konsumsi turun saat Ramadan. Penjualan kendaraan anjlok. Simpanan perorangan turun. PHK di industri padat karya melonjak.

Kedua, faktor non-ekonomi yang memperparah sentimen pasar.

Revisi UU TNI, yang membuka ruang militerisasi sipil, dinilai investor sebagai langkah regresif dalam tata kelola demokrasi dan hukum.

Rupiah pun langsung bereaksi negatif. Pasar tak butuh banyak waktu membaca sinyal buruk dari kebijakan politik.

Ketiga, utang negara yang mendekati Rp9.000 triliun.

Dengan nilai tukar melemah, beban bunga utang dalam dolar kian berat. Ruang fiskal mengecil. Kemampuan negara untuk mendorong pemulihan ekonomi pun semakin terbatas.

Masalahnya, di tengah situasi genting ini, pemerintah seolah tidak melihat urgensinya.

Alih-alih menyusun langkah konkret pemulihan ekonomi, energi justru dihabiskan untuk proyek politis. Seperti pembentukan lembaga baru, revisi UU yang kontroversial, dan proyek tambang yang tidak layak secara keekonomian.

Contohnya: proyek gasifikasi batu bara oleh Danantara, yang justru menakutkan investor karena berisiko tinggi dan tak efisien.

Alih-alih membangkitkan ekonomi, proyek ini justru memberi sinyal buruk ke pasar.

Bhima menegaskan, Indonesia butuh paket kebijakan ekonomi yang kuat.

Bukan hanya insentif konsumsi, tapi juga keberpihakan nyata pada industri padat karya, yang kini sekarat.

Pemerintah juga perlu menunda kebijakan distorsif yang mengacaukan pasar dan kepercayaan publik.

Jika tidak, bukan hanya rupiah yang terjun bebas.

IHSG pun ikut anjlok. Arus modal asing kabur. Investasi mandek. Rakyat kehilangan pekerjaan.

Ancaman ini nyata.

Dan bukan tidak mungkin, jika dibiarkan, krisis 1998 bisa terulang dalam bentuk baru.

Dengan beban utang yang lebih besar. Daya beli yang lebih rendah. Dan korupsi yang lebih terstruktur.

Tapi berbeda dengan 1998, kali ini tidak ada krisis moneter global yang bisa dijadikan kambing hitam.

Ini murni hasil tata kelola ekonomi yang gagal membaca sinyal, gagal bergerak cepat, dan terlalu sibuk bermain kuasa.

Pemerintah harus bergerak. Bukan lewat narasi optimisme palsu. Tapi lewat tindakan konkret dan keberanian menata ulang prioritas.

Indonesia tidak bisa lagi membiarkan ekonomi digerakkan oleh kepentingan elite politik dan oligarki.

Karena ketika rupiah melemah, yang paling terdampak bukan para pejabat.

Tapi rakyat kecil.

Mereka yang membeli beras, solar, dan obat-obatan dengan harga yang terus naik karena kurs tak terkendali.

Dan ketika pemerintah tak lagi bisa menjamin stabilitas ekonomi dasar, maka kontrak sosial antara rakyat dan negara sedang berada di ambang kehancuran.

Gagalnya Pemulihan Ekonomi Kebijakan Fiskal Ketidakstabilan Pasar Krisis Ekonomi Indonesia Nilai Tukar Rupiah
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticleUU TNI Disahkan, Sipil Terancam Diam
Next Article TNI Aktif di Luar 14 Lembaga Harus Mundur dari Jabatan Sipil

Informasi lainnya

Menkeu Purbaya Pertimbangkan Pemangkasan PPN Tahun 2026

15 Oktober 2025

Waspadai, Purbaya Anak Buah Luhut

9 September 2025

Bersih-Bersih Kabinet Prabowo Dimulai

9 September 2025

Orde Baru Jauh Lebih Baik

8 September 2025

Jokowi, Mengapa Masih Ikut Campur?

4 September 2025

Mengakhiri Bayang Jokowi

4 September 2025
Paling Sering Dibaca

Samarinda ke Bontang: Di Atas Aspal Berliku, Menuju Kota di Ujung Timur

Travel Alfi Salamah

PDIP Pecat Jokowi: Dinamika Baru

Editorial Udex Mundzir

Growth Mindset

Gagasan Syamril Al-Bugisyi

Keindahan Negeri Dua Benua, Inilah 10 Tempat yang Harus Dikujungi di Turki

Travel Alfi Salamah

Tren Makanan Sehat di 2024

Food Alfi Salamah
Berita Lainnya
Kesehatan
Alfi Salamah23 Oktober 2025

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Kasus Radiasi Cikande Masuk Tahap Penyidikan, PT PMT Dianggap Lalai

Trump Resmikan Fase Dua Kesepakatan Gencatan Gaza

Menkeu Purbaya Pertimbangkan Pemangkasan PPN Tahun 2026

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.