Jakarta — Kegelisahan terhadap kualitas wakil rakyat menggema di era digital. Sebuah survei global pada 2024 mengungkapkan 74 persen masyarakat, termasuk Indonesia, merasa tidak percaya pada wakil yang mereka pilih. Data ini menjadi sorotan dalam peluncuran platform Demokrasi Digital yang digelar di Jakarta Selatan, Sabtu (7/12/2024).
Pendiri Demokrasi Digital, Stela Nau, menyatakan bahwa dunia digital telah memengaruhi cara masyarakat berpartisipasi dalam kehidupan politik. “Ruang online dan offline kini menjadi satu realitas. Teknologi telah mengubah pilihan hidup, termasuk di bidang sosial, budaya, dan politik,” ujarnya.
Survei juga menunjukkan bahwa lebih dari separuh warga di 24 negara merasa partai politik tidak mampu merepresentasikan kepentingan mereka. Stela menilai ekosistem demokrasi yang hibrid menuntut masyarakat untuk beradaptasi dengan cepat.
“Demokrasi Digital lahir dari keinginan memahami bagaimana teknologi memengaruhi kualitas partisipasi publik di dunia yang semakin terintegrasi secara digital,” jelasnya.
Advisor Demokrasi Digital, Meidy Fitranto, menambahkan bahwa perkembangan teknologi, mulai dari era internet hingga algoritma berbasis AI, telah membawa perubahan besar pada praktik demokrasi.
“Lompatan teknologi ini membutuhkan pembahasan mendalam dan praktis agar masyarakat bisa mengamplifikasi kedaulatan rakyat. Pada saat yang sama, perlu ada perlindungan dari ancaman misinformasi dan manipulasi informasi,” kata Meidy.
Ia berharap diskusi seperti ini dapat membantu menemukan bentuk demokrasi yang lebih menjawab kebutuhan masyarakat. “Tujuannya, demokrasi dapat semakin mendekatkan kita pada esensi kemerdekaan,” pungkasnya.