Washington DC – Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, disebut tengah dipertimbangkan untuk menerima pesawat jet mewah Boeing 747-8 dari pemerintah Qatar untuk penggunaan sementara sebagai pesawat kepresidenan. Kabar ini menuai perhatian tajam, terutama dari kalangan politikus Partai Demokrat yang menyerukan investigasi mendalam.
Informasi ini pertama kali dilaporkan oleh Axios pada Ahad (11/5/2025) dan dikonfirmasi oleh Atase Media Qatar untuk AS, Ali Al-Ansari, yang menyebut bahwa keputusan terkait hibah jet tersebut masih dalam tahap pertimbangan legal antara Departemen Pertahanan Qatar dan Departemen Pertahanan AS.
“Kemungkinan transfer sebuah pesawat untuk penggunaan sementara sebagai Air Force One tengah dipertimbangkan,” jelas Al-Ansari, dikutip pada Selasa (13/5/2025).
Pesawat yang dimaksud merupakan jenis Boeing 747-8 dengan nilai pasar mencapai USD 400 juta atau sekitar Rp6,6 triliun. Jet ini dijuluki sebagai ‘Istana Terbang’ karena kemewahannya, dan disebut-sebut akan digunakan Trump sebagai pesawat kepresidenan hingga akhir masa jabatannya.
Setelah Trump lengser dari jabatan, pesawat itu rencananya akan dialihkan ke yayasan perpustakaan kepresidenannya, memungkinkan penggunaannya tetap berlanjut untuk kepentingan nonresmi.
Menanggapi kabar ini, anggota DPR AS dari Partai Demokrat, Ritche Torres, mendesak agar investigasi segera dilakukan atas dugaan potensi konflik kepentingan dan pelanggaran etika. Ia menyoroti kemungkinan bahwa hadiah tersebut dapat menjadi bentuk pengaruh asing terhadap presiden.
Namun, menurut kajian hukum Gedung Putih, hibah jet tersebut tidak masuk dalam kategori penyuapan berdasarkan hukum AS, selama kepemilikan akhir jatuh kepada yayasan dan bukan pribadi Trump.
Sementara itu, laporan dari ABC News menambahkan bahwa jet Boeing ini kemungkinan akan digunakan Trump sebagai simbol kekuasaan dan pengaruh diplomatik, menyaingi citra Air Force One milik pemerintah resmi.
Isu ini mencuat di tengah meningkatnya tensi politik menjelang pemilihan presiden AS berikutnya, di mana Trump diperkirakan kembali mencalonkan diri. Kritik dari oposisi menilai langkah ini dapat merusak kredibilitas lembaga kepresidenan dan membuka celah pengaruh asing dalam politik Amerika.