Jakarta – Wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) melalui DPRD kembali bergulir. Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menyatakan wacana ini muncul dari upaya memperbaiki sistem politik Indonesia. Namun, ia menegaskan bahwa usulan ini masih dalam tahap diskusi.
“Saya rasa itu wacana yang baik yang perlu kita pertimbangkan,” kata Supratman di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (13/12/2024).
Supratman menjelaskan, dalam Undang-Undang Dasar maupun Undang-Undang Pemilu, terminologi pemilihan disebutkan sebagai proses demokratis. Namun, hal ini tidak selalu berarti Pilkada harus dilakukan secara langsung. Ia menilai efisiensi biaya dan aspek sosial juga menjadi pertimbangan penting.
“Presiden merespons usulan ini dalam kaitan ide dari Ketua Umum Partai Golkar. Namun, sesungguhnya, wacana ini telah lama dibicarakan di kalangan partai politik,” ujarnya.
Menurut Supratman, tingginya angka golput dalam Pilkada 2024 turut menjadi salah satu alasan untuk mempertimbangkan perubahan sistem ini.
“Salah satunya juga, buktinya angka partisipasi pemilih menunjukkan kecenderungan penurunan,” imbuhnya.
Ketika ditanya tentang potensi kemunduran demokrasi jika sistem lama diberlakukan kembali, Supratman menekankan bahwa hal ini bergantung pada kebutuhan negara.
“Soal mundur tidaknya demokrasi, tergantung kepada kebutuhan kita. Yang penting bukan sekadar prosedural, tetapi substansinya,” jelas Supratman.
Ia juga menambahkan bahwa wacana ini belum menjadi keputusan resmi pemerintah.
“Saya tegaskan, ini bukan keputusan yang sudah diambil. Pemerintah bersama DPR dan para ketua umum partai politik akan mendiskusikan sebelum hal ini menjadi usulan resmi,” pungkasnya.
Perubahan sistem Pilkada ini memicu diskusi hangat di berbagai kalangan. Sebagian pihak mendukung untuk efisiensi, sementara yang lain khawatir akan pengurangan peran langsung rakyat dalam menentukan pemimpin daerah.