Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menegaskan batas jelas anggaran negara. Dalam putusannya Jumat (29/11/2024), MK menolak gugatan terkait penggunaan APBN untuk menggaji dosen Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Putusan itu menjawab permohonan Teguh Satya Bhakti dan Fahmi Bachmid, dua dosen PTS, yang menggugat kejelasan Pasal 70 ayat (3) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti). Mereka berharap gaji dosen PTS dibiayai negara, tetapi MK menyatakan permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum.
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” tegas Ketua MK Suhartoyo dalam sidang.
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menjelaskan, alokasi APBN hanya untuk dosen berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN). Ketentuan ini sesuai dengan Pasal 21 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN dan Pasal 49 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
“Gaji dosen ASN dialokasikan dari APBN. Sebaliknya, dosen PTS yang diangkat badan penyelenggara, gaji dan tunjangannya berdasarkan perjanjian kerja dan tunduk pada aturan ketenagakerjaan,” ujar Guntur.
Guntur menambahkan, frasa “sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” dalam Pasal 70 ayat (3) UU Dikti harus dipahami dalam konteks norma-norma terkait. Penggunaan anggaran untuk dosen PTS pun tetap bergantung pada kerangka hukum tersebut.
Dalam argumentasi hukumnya, MK juga menggarisbawahi bahwa anggaran PTS lebih difokuskan pada tunjangan profesi dosen dan tunjangan kehormatan profesor. Pemerintah hanya menempatkan ASN di beberapa PTS tertentu.
“Frasa itu merujuk pada ketentuan perundang-undangan lain, seperti Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2),” terang Guntur.
Putusan ini menutup peluang penggunaan APBN untuk menggaji dosen swasta secara langsung. Para dosen PTS tetap tunduk pada aturan badan penyelenggara masing-masing.
