Jakarta – Presiden Prabowo Subianto memerintahkan pemangkasan anggaran kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah (Pemda) senilai Rp 306,69 triliun. Anggaran yang dipangkas akan dialokasikan untuk program prioritas, seperti makan bergizi gratis, penciptaan lapangan kerja, dan penghematan devisa.
Namun, kebijakan ini menuai kritik dari para ekonom. Nailul Huda, ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), menyayangkan adanya intervensi pemerintah pusat terhadap pengelolaan anggaran daerah.
“Daerah yang memiliki anggaran yang ditopang oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) seharusnya bisa menentukan langkah sendiri tanpa intervensi pusat,” kata Huda, Jumat (24/1/2025).
Ia menambahkan, pemaksaan Pemda untuk mendukung program pusat seperti makan bergizi gratis dapat menghambat otonomi fiskal daerah. Menurutnya, jika anggaran pusat terbatas, pemerintah harus menyampaikan secara transparan kepada publik.
Wijayanto Samirin, ekonom Universitas Paramadina, menyebut pemangkasan anggaran ini mencerminkan situasi fiskal yang sulit.
“Ini merupakan konsekuensi logis karena pemerintah tidak menaikkan tarif pajak, termasuk PPN, tetapi semakin banyak program kerakyatan,” ujarnya.
Samirin menjelaskan bahwa utang pemerintah Indonesia yang mencapai Rp 8.680 triliun pada 2024, dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 39%, menjadi tantangan besar, terutama karena bunga utang yang tinggi.
Yusuf Rendy Manilet, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, menyoroti pentingnya transparansi dalam realokasi anggaran tersebut.
“Apakah pemangkasan anggaran ini memastikan APBN lebih tepat sasaran? Hal ini bergantung pada bagaimana pemerintah merinci tujuan dan alokasi dari pemangkasan tersebut,” ujar Yusuf.
Ia juga menambahkan bahwa pemerintah perlu memastikan dampak positif dari realokasi ini, terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan manfaat nyata bagi masyarakat.
Kebijakan efisiensi anggaran ini telah dituangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Pemerintah menargetkan penghematan anggaran sebesar Rp 256,1 triliun dari kementerian dan lembaga, serta Rp 50,59 triliun dari dana transfer ke daerah.
