Jakarta – Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada April 2025 sebesar USD 0,16 miliar atau setara Rp2,6 triliun. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, surplus ini menjadikan rekor surplus beruntun selama 60 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengungkapkan bahwa surplus bulan April terutama disumbang oleh sektor nonmigas yang mencapai USD 1,51 miliar. Komoditas unggulan seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani/nabati, serta besi dan baja menjadi penyokong utama kinerja perdagangan luar negeri Indonesia.
“Surplus neraca perdagangan pada April didorong oleh ekspor nonmigas. Sementara neraca migas justru defisit sebesar USD 1,35 miliar, disebabkan oleh meningkatnya impor hasil minyak dan minyak mentah,” ujar Pudji dalam konferensi pers virtual, Senin (2/6/2025).
Berdasarkan data kumulatif Januari hingga April 2025, Indonesia membukukan surplus neraca perdagangan sebesar USD 11,07 miliar. Dari total tersebut, sektor nonmigas menyumbang surplus sebesar USD 17,26 miliar, sedangkan sektor migas mencatat defisit sebesar USD 6,19 miliar.
Negara mitra dagang juga memainkan peran penting dalam struktur neraca. Amerika Serikat tercatat sebagai penyumbang surplus terbesar dengan nilai USD 5,44 miliar, diikuti India dengan USD 3,98 miliar dan Filipina sebesar USD 2,92 miliar.
Namun demikian, Indonesia masih mencatat defisit perdagangan terhadap beberapa negara, terutama Tiongkok dengan defisit USD 6,28 miliar, Singapura USD 2,41 miliar, dan Australia USD 1,75 miliar.
Pudji menekankan bahwa pertumbuhan ekspor dan surplus yang ditopang oleh sektor industri pengolahan nonmigas merupakan indikator positif bagi ekonomi nasional, meskipun tantangan global tetap harus diwaspadai.
