Tasikmalaya – Angin perubahan yang sempat berembus di Tasikmalaya rupanya hanya melintas sebentar. Debat publik Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang digelar Senin malam (14/4/2025), justru mengatrol elektabilitas pasangan Cecep Nurul Yakin-Asep Sopari Al-Ayubi—tokoh yang tak asing karena bagian dari rezim lima tahun terakhir.
Tren ini terungkap dari rilis lembaga Poldata Indonesia pada Selasa (15/4/2025). Direktur Eksekutifnya, Fajar Arif Budiman, menyebut bahwa pasangan nomor urut 02 ini mengalami lonjakan elektabilitas pascadebat dan kampanye komunitas.
“Tren elektabilitas pasangan nomor urut 02 naik cukup signifikan menjelang pelaksanaan PSU. Mereka berada di posisi strategis untuk menang,” kata Fajar dalam siaran tertulis.
Menurutnya, pendekatan Cecep-Asep yang menekankan nilai religius dan kekeluargaan, cocok dengan karakter pemilih Tasikmalaya. Ditambah jaringan sosial yang kuat, pasangan ini dianggap punya pijakan kokoh di tengah masyarakat.
Fajar juga menyoroti janji kampanye Cecep-Asep yang mengusung visi “Tasik Maju, Tasik Era Baru.” Dalam narasi mereka, pembangunan tak lagi terpusat di kota, tapi menyentuh desa, ekonomi kerakyatan, hingga infrastruktur dasar yang selama ini tertinggal.
Namun, di balik janji, bayangan masa lalu masih membekas. Cecep Nurul Yakin dikenal sebagai bagian dari pemerintahan sebelumnya yang dinilai gagal menjawab kebutuhan dasar masyarakat. Dari jalan rusak, minimnya fasilitas kesehatan, hingga mandeknya pemberdayaan ekonomi lokal—luka itu belum sembuh.
Seorang warga Kecamatan Cineam, Dedi Suherman (42), mengungkapkan kekecewaannya terhadap situasi tersebut.
“Waktu lima tahun itu cukup buat membuktikan. Tapi yang kami rasakan justru jalan rusak makin parah, anak saya kalau sakit harus ke kota. Lalu, kenapa harus balik lagi ke yang dulu?” katanya, Selasa (16/4/2025).
Meski begitu, Dedi tak menampik kekuatan kampanye pasangan Cecep-Asep yang menyasar langsung ke kantong-kantong komunitas, dari pesantren hingga koperasi. Cara itu dinilai lebih membumi dan menyentuh pemilih.
Bagi sebagian warga, janji memperkuat UMKM dan menolak bank emok jadi magnet tersendiri. Dalam konteks ini, Cecep-Asep tampil seolah menyuarakan keresahan rakyat bawah.
“Tapi jangan sampai rakyat lupa. Ini soal masa depan, bukan nostalgia,” ujar Nurlaela, aktivis perempuan asal Singaparna.
Debat publik yang disiarkan luas juga memberi angin pada pasangan ini. Gestur santun dan narasi religius membuat mereka tampak lebih berwibawa di mata pemilih konservatif.
Namun pengamat politik lokal, Sahrul Imtihan, mengingatkan bahwa elektabilitas bukan segalanya. Ia menyebut bahwa lonjakan dukungan bukan berarti masyarakat sepenuhnya yakin, melainkan karena ketiadaan pilihan yang lebih meyakinkan.
“Ini lebih ke pragmatisme politik. Publik masih skeptis, tapi memilih yang sudah dikenal, meski rekam jejaknya belum membanggakan,” kata Sahrul.
Momentum PSU di Tasikmalaya memang tak sekadar ajang demokrasi. Ia menjadi titik balik, penentu apakah kabupaten ini akan keluar dari stagnasi, atau justru kembali ke lingkaran lama yang penuh janji, minim bukti.
Debat dan kampanye boleh membakar semangat, tapi suara rakyat akan menentukan: Apakah Tasikmalaya ingin berubah, atau tetap dalam pelukan masa lalu.