Jakarta – Suara musik Indonesia pelan-pelan memudar dari ruang publik, bukan karena kualitas, tapi karena kekhawatiran royalti. Menanggapi fenomena ini, DPR RI mendesak Kementerian Hukum dan HAM segera membuat aturan soal royalti musik yang melibatkan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) agar tidak menyulitkan pelaku usaha.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa regulasi sementara sangat diperlukan, mengingat revisi Undang-Undang Hak Cipta masih dalam pembahasan di Komisi X. “Kami sudah minta Kemenkumham untuk membuat aturan transisi yang tidak memberatkan,” katanya di Kompleks Parlemen, Senin (4/8/2025).
Dasco menambahkan, aturan yang tepat dan adil akan membantu pelaku usaha tetap mendukung musik Indonesia tanpa khawatir tersandung masalah hukum.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon juga angkat bicara terkait fenomena penurunan pemutaran lagu-lagu lokal, terutama di kafe dan restoran. Ia mengakui adanya ketakutan di kalangan pelaku usaha dan berjanji akan segera mencari jalan keluar.
“Masalah ini harus dibenahi bersama, agar tidak menjadi kemunduran bagi musik Indonesia,” ujar Fadli di Depok, Ahad (3/8/2025).
Ia mengusulkan adanya koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk menyelesaikan persoalan royalti secara komprehensif. Menurutnya, jangan sampai niat melindungi hak cipta justru membuat lagu-lagu lokal dijauhi oleh pelaku usaha karena takut dibebani biaya tambahan.
Fenomena ini mulai terlihat jelas di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, di mana sejumlah kafe memilih tidak memutar lagu Indonesia, menggantinya dengan lagu barat atau instrumental untuk menghindari kewajiban royalti.
Padahal, menurut berbagai pihak, industri musik lokal tengah bergeliat dan perlu dukungan publik agar terus bertumbuh. Pemerintah dan DPR diharapkan bisa menciptakan sistem yang tidak hanya berpihak pada hak pencipta, tapi juga mendorong pelestarian musik nasional di ruang publik.
