Bogor – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, tak mampu menyembunyikan kesedihannya saat menyaksikan secara langsung alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan wisata Puncak, Kabupaten Bogor, pada Kamis (6/3/2025). Ia bahkan meneteskan air mata saat melihat kondisi lingkungan yang berubah drastis akibat pembangunan tak terkendali.
“Ini yang berikan izinnya siapa? Dari sisi regulasi, apakah bisa direkomendasikan untuk dicabut?” tanya Dedi dengan nada kecewa saat berbincang dengan salah satu petugas Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di Eiger Adventure Land, Megamendung, Bogor.
Dari lokasi itu, ia melihat ke seberang dan mendapati bangunan baru berdiri di area Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Bangunan tersebut rencananya akan dihubungkan dengan Eiger Adventure Land melalui jembatan gantung, yang menuai pertanyaan besar mengenai izin dan dampaknya terhadap lingkungan.
Pemerintah pusat pun turun tangan dalam persoalan ini. Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, serta Bupati Bogor Rudy Susmanto turut serta dalam penyegelan empat lokasi wisata di kawasan Puncak yang dinilai melanggar aturan alih fungsi lahan.
“Banyak aduan dari masyarakat mengenai dampak banjir yang luar biasa akibat pembangunan ini. Kami harus menegakkan aturan sesuai Undang-Undang,” ujar Zulkifli Hasan.
Adapun lokasi yang disegel mencakup Pabrik Teh Ciliwung di Telaga Saat, Hibisc Fantasy, bangunan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 2 Agro Wisata Gunung Mas, serta Eiger Adventure Land.
Menteri KLH Hanif Faisol Nurofiq menyatakan bahwa pembangunan di lokasi-lokasi tersebut berpotensi melanggar hukum dan pihaknya akan melakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Indikasi pidananya sudah ada, dan kami akan menuntut secara hukum terhadap pihak-pihak terkait,” tegasnya.
Kerusakan lingkungan di kawasan Puncak disebut sebagai salah satu penyebab utama banjir dan longsor yang terjadi belakangan ini. Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Wahyudin Iwang, menuturkan bahwa alih fungsi lahan di kawasan tersebut sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
“Hutan dan lahan resapan air yang seharusnya menjadi benteng alami terhadap banjir kini berubah menjadi vila, hotel, dan tempat wisata,” ujar Iwang.
Ia juga menyoroti bahwa dalam lima tahun terakhir, kerusakan lingkungan di Puncak Bogor telah meningkat hingga 65 persen. Banyak pengembang yang diduga mengabaikan analisis dampak lingkungan (Amdal) demi keuntungan ekonomi jangka pendek.
Menanggapi hal ini, Dedi Mulyadi menegaskan perlunya langkah konkret untuk menghentikan kerusakan lingkungan di kawasan tersebut. Ia mengusulkan penghijauan kembali dengan melibatkan masyarakat secara langsung.
“Saya sudah minta Dinas Kehutanan menyiapkan ratusan ribu, bahkan jutaan pohon untuk segera ditanam di daerah perbukitan yang kosong,” ujarnya.
Menurutnya, program ini tidak memerlukan seremoni atau acara seremonial berlebihan. Ia ingin gerakan penghijauan ini langsung dijalankan oleh warga dan petani setempat dengan pendampingan pemerintah.
Dengan kerusakan lingkungan yang semakin parah, Dedi menegaskan bahwa evaluasi tata ruang harus segera dilakukan, bahkan jika diperlukan, moratorium pembangunan baru bisa diberlakukan.
“Jangan hanya ribut saat banjir datang. Begitu musim kemarau tiba, semuanya lupa lagi,” pungkasnya.